BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Sabtu, 21 Mei 2011

imunisasi

Arti Definisi/Pengertian Imunisasi, Tujuan, Manfaat, Cara dan Jenis Imunisasi Pada Manusia

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.
Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.
Macam-macam / jenis-jenis imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya harus didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.
Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan membantuk antibodi. Antibodi itu uumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang.

Pemerintah setiap tahun terus berupaya untuk menurunkan angka kejadian penyakit seperti Poliomyelitis (kelumpuhan), Campak (measles), Difteri (indrak), Pertusis (batuk rejan / batuk seratus hari), Tetanus, Tuberculosis (TBC) dan Hepatitis B dengan menggalakan program pencegahan penyakit yaitu imunisasi pada bayi dan anak. Imunisasi bisa diartikan suatu usaha untuk membuat seseorang menjadi kebal terhadap penyakit tertentu dengan menyuntikan vaksin. Yakni kuman hidup yang dilemahkan / kuman mati / zat yang bila dimasukkan ke tubuh akan merangsang menciptakan kekebalan terhadap penyakit tertentu.
5 macam Vaksin imunisasi dasar

Untuk imunisasi dasar yang harus diberikan pada bayi antara lain.
• Vaksin Polio; Bibit penyakit yang menyebabkan polio adalah virus, vaksin yang digunakan oleh banyak negara termasuk Indonesia adalah vaksin hidup (yang telah diselamatkan) vaksin berbentuk cairan. pemberian pada anak dengan meneteskan pada mulut. Kemasan sebanyak 1 cc / 2 cc dalam 1 ampul.
• Vaksin Campak; Bibit penyakit yang menyebabkan campak adalah virus. Vaksin yang digunakan adalah vaksin hidup. Kemasan dalam flacon berbentuk gumpalan yang beku dan kering untuk dilarutkan dalam 5 cc pelarut. Sebelum menyuntikkan vaksin ini, harus terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut vaksin (aqua bidest). Disebut beku kering oleh karena pabrik pembuatan vaksin ini pertama kali membekukan vaksin tersebut kemudian mengeringkannya. Vaksin yang telah dilarutkan potensinya cepat menurun dan hanya bertahan selama 8 jam.
• Vaksin BCG; Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang berasal dari bakteri. Bentuknya vaksin beku kering seperti vaksin campak berbentuk bubuk yang berfungsi melindungi anak terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Dibuat dari bibit penyakit hidup yang telah dilemahkan, ditemukan oleh Calmett Guerint. Sebelum menyuntikkan BCG, vaksin harus lebih dulu dilarutkan dengan 4 cc cairan pelarut (NaCl 0,9%). Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan dalam waktu 3 jam. Vaksin akan mudah rusak bila kena sinar matahari langsung. Tempat penyuntikan adalah sepertinya bagian lengan kanan atas.
• Vaksin Hepatitis B; Bibit penyakit yang menyebabkan hepatitis B adalah virus. Vaksin hepatitis B dibuat dari bagian virus yaitu lapisan paling luar (mantel virus) yang telah mengalami proses pemurnian. Vaksin hepatitis B akan rusak karena pembekuan dan pemanasan. Vaksin hepatitis B paling baik disimpan pada temperatur 2,8°C. Biasanya tempat penyuntikan di paha 1/3 bagian atas luar.
• Vaksin DPT; Terdiri toxoid difteri, bakteri pertusis dan tetanus toxoid, kadang disebut “triple vaksin”. Berisi vasin DPT, TT dan DT. Vaksin DPT disimpan pada suhu 2,8°C kemasan yang digunakan : Dalam - 5 cc untuk DPT, 5 cc untuk TT, 5 cc untuk DT. Pemberian imunisasi DPT, DT, TT dosisnya adalah 0,5 cc. Dalam pemberiannya biasanya berupa suntikan pada lengan atau paha.

Selasa, 17 Mei 2011

TABEL PEMBERIAN IMUNISASI

No Jenis Vaksin Dosis frekuensi interval Usia pemberian Boster Kontra indikasi Pencegahan Cara pemberian Lokasi pemberian
1 BCG 0,05 ml 1x - 0-2 bulan - -Sakit kulit di daerah suntikan
-uji mantoux +
-demam tinngi
-gizi buruk
Tuberculosis I.K Bahu kanan
2 Hepatitis B 0,5 ml 3x 1bln 0 bulan,
2 bulan,
3 bulan Setiap 5 tahun - hipersensitif thdp komponen vaksin
-infeksi berat
-kejang Hepatitis B I.M Antero lateral paha
3 Polio 2 tetes 4x 1bln 0 bulan,
2 bulan,
3 bulan,
4 bulan 1 tahun sesdah dosis ke-4 -demam
-muntah
-HIV Poliomyelitis Oral Mulut
4 DPT 0,5 ml 3x 1bln 2 bulan,
3 bulan
4 bulan 1tahun sesudah dosis ke 3, kelas 1 SD, kelas 4 SD, setiap 10 bulan -demam (>38˚C)
-Riwayat kejang demam
-usia >7 tahun
-reaksi berlebihan sesudah DPT 1 dan DPT 2 Difteri,pertusis,tetanus S.K/I.M Antero lateral paha
5 Campak 0,5 ml 1x - 9 bulan - -demam (>38˚C)
-riwayat kejang demam
-alergi telur
campak S.K Lengan Kiri atas

preeklamsia

PENDAHULUAN
Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini pre-eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak(1,2). Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hiper-tensi, edema, dan proteinui sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.
Preeklampsia-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Pre-eklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema aki-bat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelainan neurologis(2-4). Preeklampsia-Eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan berikut(2):
1) Kehamilan multifetal dan hidrops fetalis.
2) Penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus.
3) Penyakit ginjal.
ETIOLOGI
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsi masih belum diketahui.
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etio-logi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori ter-
sebut antara lain:
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan(5).
Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasos-pasme dan kerusakan endotel.
2) Peran Faktor Imunologis(5).
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang men-dukung adanya sistem imun pada penderita PE-E:
1. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pen-dapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.
3) Peran Faktor Genetik/Familial(4,5).
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
1. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
2. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E.
3. Kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
4. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
PATOFISIOLOGI
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel(5). Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih domi-nan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif(5).
Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Se-dangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan meng-akibatkan antara lain(2):
a) adhesi dan agregasi trombosit.
b) gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
c) terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit.
d) produksi prostasiklin terhenti.
e) terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
f) terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
KRITERIA DIAGNOSIS
I) Preeklampsia berat
Apabila pada kehamilan > 20 minggu didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di bawah ini:
1. Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.
2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma. 4. Gangguan visus dan serebral. 5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan. 6. Edema paru dan sianosis. 7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri. 8. Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet count). PENATALAKSANAAN A) Penanganan di Puskesmas Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskes-mas, maka secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut: - Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat pen-derita. - Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah). - Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat. - Pada penderita terpasang infus dengan blood set. - Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel. B. Penanganan di Rumah Sakit B.I. Perawatan Aktif a. Pengobatan Medisinal 1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus Dx/RL dari IGD. 2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus. 3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. 4) Antasida. 5) Anti kejang: a) Sulfas Magnesikus (MgSO4) Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek patella (+) kuat Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-)
Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.
Cara Pemberian:
Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja.
Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4 40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri.
Penghentian SM :
Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intok-sikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam ter-capai normotensi.
b) Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.
6) Diuretika Antepartum: manitol
Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (K release).
Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka.
7) Anti hipertensi
Indikasi: T > 180/110
Diturunkan secara bertahap.
Alternatif: antepartum Adrenolitik sentral:
- Dopamet 3X125-500 mg.
- Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari.
Post partum ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10 mg.
Kardiotonika
Indikasi: gagal jantung
9) Lain-lain:
Antipiretika, jika suhu>38,5°C
Antibiotika jika ada indikasi
Analgetika
Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)(7). b. Pengobatan obstetrik 1) Belum inpartu a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD) Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx. Medisinal.
b) Sectio Caesaria
Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.
2) Sudah inpartu
Kala I Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC.
Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE/FE.
Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin. B.II. Perawatan Konservatif Perawatan konservatif kehamilan preterm<37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari: - SM Therapy: Loading dose: IM saja. Maintenance dose: sama seperti di atas. Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. - Terapi lain sama seperti di atas. - Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.
- Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.
- Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.

Rabu, 20 April 2011

RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam rancangan perencanaan dimulai dengan mengadakan observasi dan evaluasi terhadap penelitian yang sudah dikerjakan dan diketahui, sampai pada penetapan kerangka konsep dan hipotesis penelitian yang perlu pembuktian lebih lanjut.
Rancangan pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran variabel, prosedur dan teknik sampling, instrumen, pengumpulan data, analisis data yang terkumpul, dan pelaporan hasil penelitian.
Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka tujuan rancangan penelitian adalah untuk memberikan suatu rencana untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Konsideran utamanya dalam rancangan perencanaan adalah untuk mengkhususkan mekanisme kontrol yang akan digunakan dalam penelitian, sehingga jawaban atas pertanyaan akan menjadi jelas dan sahih. Selanjutnya rancangan penelitian dalam makna pelaksanaan, sangat terkait dengan pembuktian hipotesis, menyatakan suatu kejelasan hubungan sebab akibat dan setiap variabel yang terlibat, dan dari penentuan instrumen pengumpulan data akan jelas terukur tingkat validitas internal dan validitas eksternal.
Rancangan penelitian lebih menekankan pada aspek baik atau tidak baik dan sangat tergantung pada derajat akurasi yang diinginkan oleh peneliti, derajat pembuktian hipotesis, dan tingkat perkembangan dan ilmu pengetahuan yang menjadi perhatian. Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa rancangan penelitian tidak ada yang tepat sekali, satu sama lain memiliki titik lebih dan titik kurang. Penentuan rancangan penelitian seringkali didasarkan pada pertimbangan praktis dan kompromi peneliti terhadap cakupan area penelitiannya.
Oleh karena itu, rancangan penelitian banyak sekali ragamnya. Para ahli belum ada kesepakatan diam penggolongan rancangan penelitian. Namun demikian, secara umum rancangan penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu: rancangan penelitian tanpa perlakuan (kelompok deskriptif) dan rancangan penelitian dengan perlakuan (kelompok eksperimen).
A. Rancangan Penelitian Deskriptif
Rancangan penelitian deskriptif pada dasarnya bertujuan untuk memberikan deskripsi dengan maksud untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tipe deskripsi yang dihasilkan tergantung pada banyaknya informasi yang dimiliki peneliti tentang topik sebelum proses pengumpulan data. Secara umum, biasanya rancangan deksriptif dibagi menjadi dua yaitu: rancangan eksploratori dan survei. Rancangan deskriptif yang lainnya adalah sensus atau penelitian populasi. Ciri utama dan rancangan penelitian deskriptif tidak menyatakan adanya hubungan sebab dan akibat serta tidak terlalu kompleks, karena biasanya penelitian ditujukan untuk meneliti variabel atau populasi tunggal.


1. Rancangan penelitian eksploratori
Jenis rancangan penelitian eksploratif, adalah jenis rancangan penelitian yang bertujuan untuk menemukan sesuatu yang baru dari hasil eksplorasi yang mendalam pada obyek tertentu. Sesuatu yang baru itu dapat saja berupa pengelompokan suatu gejala, fakta, dan penyakit tertentu. Rancangan penelitian ini banyak memakan waktu dan biaya.
2. Rancangan penelitian survei
Penetapan rancangan penelitian survei bertujuan:
a. Untuk mencari informasi faktual yang mendetail yang mencandra gejala yang ada.
b. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau bentuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung.
c. Untuk membuat komparasi dan evaluasi.
d. Untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang-orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan.
B. Rancangan Penelitian Eksperimen
Semua rancangan percobaan atau eksperimen mempunyai karakteristik sentral yaitu didasarkan pada adanya manipulasi variabel bebas dan mengukur efek pada variabel terikat. Rancangan eksperimen klasik terdiri dan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen, variabel bebasnya dimanipulasi. Dalam kelompok kontrol variabel terikatnya yang diukur, maka tidak ada perubahan yang dibuat pada variabel bebasnya.
Secara umum ciri rancangan penelitian eksperimen yang baik adalah:
1. Subyek secara acak dipilih ke dalam kelompok-kelompok.
2. Peneliti merancang manipulasi yang akan diberikan pada variabel eksperimen dan dilakukan kontrol yang ketat.
3. Terdapat setidak-tidaknya dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kontrol yang satu sama lain sebagai pembanding.
4. Selalu digunakan analisis varians untuk meminimalkan varians dan error dan memaksimumkan varians dari variable yang diteliti dan berkaitan dengan hipotesis yang ditetapkan.
Oleh karena peneliti harus mampu melakukan kontrol yang ketat terhadap variabel eksperimen, maka ada tiga prinsip dasar dalam pelaksanaan rancangan eksperimen yaitu:
1. Replikasi, pengulangan dari eksperimen dasar. Hal ini berguna untuk memberikan estimasi yang lebih tepat terhadap error eksperimen dan memperoleh estimasi yang lebih baik terhadap rata-rata pengaruh yang ditimbulkan dan perlakuan.
2. Randomisasi, bermanfaat untuk meningkatkan validitas dan mengurangi bias utamanya dalam hal pembagian kelompok dan perlakuan.
3. Kontrol internal, melakukan penimbangan. bloking. dan penge4ompokan dan unit-unit percobaan yang digunakan. Hal ini bermanfaat untuk membuat prosedur yang lebih akurat, efisien, dan sensitif.

Error eksperimen dalam sebuah penelitian eksperimen dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu:
a. Kesalahan dari percobaan yang sedang dilakukan.
b. Kesalahan pengamatan.
c. Kesalahan pengukuran.
d. Variasi dan bahan yang digunakan dalam percobaan.
e. Pengaruh kombinasi dari faktor-faktor luar.
Semakin banyak replikasi memang membawa konsekuensi penelitian eksperimen itu mahal dan memakan waktu relatif lama. Oleh karena itu, pertimbangan untuk menentukan banyaknya replikasi sangat ditentukan oleh:
a. Luas dan banyaknya jenis unit percobaan.
b. Bentuk unit percobaan.
c. Variabilitas dan ketersediaan material percobaan.
d. Derajat ketelitian yang diinginkan. Derajat kebebasan diharapkan tidak boleh kurang dan 10-15.

1. Rancangan Eksperimental-Sungguhan (true—experimental research)
Tujuan penelitian eksperimental sungguhan adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.
Rancangan eksperimental sungguhan yang cukup dikenal adalah:
a. Control group posttest-only design
Dalam model rancangan ml, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dibentuk dengan prosedur random, sehingga keduanya dapat dianggap setara. Selanjutnya kelompok eksperimen diberikan perlakuan. Setelah perlakuan telah diberikan dalam jangka waktu tertentu, maka setelah itu dilakukan pengukuran variabel terikat pada kedua kelompok tersebut, dan hasilnya dibandingkan perbedaannya.
Model rancangan ini cocok untuk kondisi yang tidak dimungkinkan diakukan pre test atau ketika dikhawatirkan akan adanya interaksi antara pre test dengan perlakuan yang diberikan. Rancangan ml mampu mengendalikan faktor histori, maturasi, dan pre tes, tetapi tidak mampu mengukur besarnya efek dan faktor-faktor tersebut.
b. Pre test-post tes control group design
Rancangan ini lebih baik dan rancangan eksperimen tanpa pre tes, karena aka lebih akurat dalam memperoleh akibat dan suatu perlakuan dengan perbandingan keadaan dan variabel terikat pada kelompok eksperimen setelah dikenal perlakuan dan variabel kontrol yang tidak dikenai oleh perlakuan.
c. Solomon four group design
Rancangan solomon ini memang tidak banyak digunakan pada jumlah sampel penelitian yang kecil, namun pada penelitian pertanian dan sosial sering digunakan. Rancangan ini memiliki keunggulan untuk mengurangi pengaruh pre-test terhadap unit percobaan dan mengurangi error interaksi antara pre-test dengan perlakuan.
Rancangan ini terdiri dari 4 kelompok, yaitu 2 kelompok yang dilakukan pre test-post tes dan 2 kelompok yang dilakukan pre tes-posttes.
Secara konkret dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. kelompok perlakuan dan kontrol dengan pre test.
2. kelompok perlakuan dan kontrol tanpa pre test.
Khusus faktorial, pada dasarnya bukan merupakan rancangan penelitian, tetapi memang sebuah penelitian eksperimen. Oleh karena itu eksperimen faktorial bisa didekati dengan berbagai rancangan, misalnya dengan randomized complete block. Keuntungan dan eksperimen faktorial adalah dimungkinkan untuk mengetahui pengaruh interaksi antar faktor. Oleh karena itu, semua prinsip dasar penelitian eksperimen harus tetap ada, agar error eksperimen dapat diukur. Misalnya akan diadakan 2 perlakuan pemberian makanan tambahan yang berupa susu dan bubur kacang dengan masing-masing 2 level. Maka disusunlah kelompok:
1. Kelompok A, pemberian susu 2 gelas sehari.
2. Kelompok B, pemberian susu 3 gelas sehari
3. Kelompok C, pemberian bubur kacang 1 mangkok sehari.
4. Kelompok D, pemberian bubur kacang 2 mangkok sehari.
2. Rancangan Eksperimental Semu (Quasi-Experimental Research)
Tujuan rancangan eksperimental-semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Si peneliti harus dengan jelas mengerti kompromi apa yang ada pada validitas internal dan validitas eksternal rancangannya dan berbuat sesuai dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut.
Ciri-ciri rancangan eksperimen semu adalah:
a. Manipulasi eksperimen hanya pada variabel bebas.
b. Tidak ada pemilihan secara acak untuk kelompok dan atau
c. Tidak ada kelompok kontrol.
3. Rancangan penelitian uji klinik
Rancangan penelitian uji klinik sangat khas karena berkaitan dengan pencapaian tujuan untuk mengetahui khasiat obat, efek samping obat, dosis optimal untuk orang Indonesia, dan membandingkan efek obat lain. Dalam hal ini rancangan penelitian uji klinik bersifat eksperimental dan komparatif. Oleh karena itu dalam rancangan uji klinik, dikenal perlakuan dan plasebo.
Plasebo adalah bahan inert, tidak berkhasiat, tidak mempunyai efek metabolik yang berarti, tidak toksik, tidak alergenik, dan tidak memiliki efek farmakologik terhadap penyakit yang sedang diobati. Plasebo harus diberikan dalam keadaan yang sama dengan obat yang diteliti dalam arti : bentuk, rasa, dan warna, sehingga penderita tidak dapat membedakannya dengan obat yang diteliti.

KEGAWATDARURATAN NEONATUS

Neonatus adalah organism yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan(lebih tepat 4 minggu atau 28 hari setelah lahir).
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonates adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

Kegawat daruratan neonatus adalah sbb:
1. KEGAWATAN PADA ASFIKSIA
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, sampai asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru.
Asfiksia neonatarum dapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah adanya
(1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan atau penyakit paru, dan gangguan kontraksi uterus;
(2) pada ibu yang kehamilannya beresiko;
(3) factor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta;
(4) factor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali pusat, seperti tali pusat menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir; serta
(5) factor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu.
Kondisi neonatus yang memerlukan resusitasi :
1. Sumbatan jalan napas akibat lender/ darah/mekonium atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.
2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu. Misalnya, obat anestesik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya.
3. Kerusakan neurologis.
4. Kelainan/ kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan/ atau kalainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan/ sirkulasi.
5. Syok hipovolemik, misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.

Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa fase/ tahapan.
1. Janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti dengan
2. Masa henti napas (fase henti napas primer).
3. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernapasan megap-megap yang kedua selama 4-5 menit (fase gasping kedua) diikuti masa henti napas kedua (henti napas sekunder).
Semua neonates dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan yang dingin. Neonates yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai system pengaturan suhu yang lebih tidak stabil dan hipotermia ini dapat memperberat/ memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi.
Keadaan bayi pada menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir dinilai dengan skor Apgar (appearance, pulse, grimace, activity, respiration). Nilai pada menit pertama untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis neurologis.
Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3) diatasi dengan memperbaiki ventilasi paru dengan memberi oksigen tekanan langsung dan berulang. Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini.
1. Resusitasi segera dimulai jika diperlukan dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.
2. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktivitas respirasi, dan tonus neuromuscular, bukan dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.
TABEL 10-1 Nilai Apgar

Tanda vital 0 1 2
Denyut jantung Tidak terdengar <> >100/ menit
Pernapasan Hilang Lambat/ tidak teratur/ lemah Normal, bayi menangis
Tonus otot Flaksid Sedang Baik, gerakan aktif
Refleksi iritasi(distorsi wajah sebagai respons terhadap kateter aspirasi) Tidak ada reaksi Reaksi berkurang Reaksi normal
Warna kulit Biru atau pucat Badan merah muda, ekstremitas biru Seluruhnya merah muda
Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar.
1. Nilai Apgar menit pertama 7-10, biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa pengisapan lender atau cairan dari orofaring. Tindakan ini harus dilakukan secara hati-hati, karena pengisapan yang terlalu kuat/traumatic dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.
2. Nilai Apgar menit pertama 4-6, hendaknya orofaring cepat diisap dan diberika oksigen 100%. Bayi diberi stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan ditelapak kaki dan gosokan selimut kering ke punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Jika frekuensi jantung menurun atau jika ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung mulut.
3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang menunjukkan bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memerhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi 100-120 kali per menit dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).
Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi meliputi hipotermia, pneumotoraks, trombosis vena, atau kejang. Hipotermia dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, dan hipoglikemia. Pneumotoraks diatasi dengan pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini. Jika bayi mengalami kelainan membrane hialin atau aspirasi mekonium, resiko pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah. Tombosis vena diatasi dengan pemasangan infuse/ kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk thrombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan thrombosis vana.
Pencegahan hipotermia merupakan komponen asuhan neonatus dasar bayi baru lahir tidak mengalami hipotermia. Hipotermia terjadi jika suhu tubuh di bawah 36,5°C (suhu mormal pada neonates adalah 36,5-37,5°C) pada pengukuran suhu melalui ketiak. Bayi baru lahir mudah sekali terkena hipotermi.
Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut.
1. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan sempurna.
2. Permukaan tubuh bayi relatif luas.
3. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas.
4. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dan pakaiannya agar ia tidak kedinginan.
Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena ada penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi akibat:
1. Radiasi, yaitu panas tubuh bayi memancar ke lingkungan di sekitar bayi yang lebih dingin. Misalnya, bayi baru lahir diletakkan di tempat yang dingin.
2. Evaporasi, yaitu cairan ketuban yang membasahi kulit bayi menguap. Misalnya, bayi lahir tidak langsung dikeringkan dari air ketuban.
3. Konduksi, yaitu pidahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin. Misalnya, popok/ celana bayi basah yang tidak langsung diganti.
4. Konveksi, yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi. Misalnya, bayi diletakkan dekat pintu/ jendela terbuka.
Tindakan pencegahan hipotermia meliputi ibu melahirkan di ruangan yang hangat, segera mengeringkan tubuh bayi yang lahir, segera meletakkan bayi di dada ibu dan kontak langsung kulit ibu dan bayi, dan menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh stabil.
Kejang dalam 1 jam pertama kehidupan jarang terjadi. Kejang dapat disebabkan oleh meningitis ensefalopati atau hipoglikemia berat. Pastikan bayi dijaga tetap hangat dengan membungkus bayi menggunakan selimut lembut, kering, dan mengenakan topi untuk menghindari kehilangan panas. Rujuk bayi segera ke tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai NICU.
Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernapas (frekuensi <30>60 kali/ menit) beri oksigen melalui kateter hidung atau nasal prong. Jika suhu aksila turun di bawah 35°C, hangatkan bayi segera.

Minggu, 10 April 2011

Ciri-Ciri Lingkungan Sehat dan Lingkungan tidak Sehat

Ciri-Ciri Lingkungan Sehat dan Lingkungan tidak Sehat
Dari Crayonpedia
A. Ciri-Ciri Lingkungan Sehat dan Lingkungan tidak Sehat
Manusia dan makhluk hidup lainnya sangat membutuhkan udara untuk bernapas. Udara yang dihirup mengandung oksigen. Udara yang kita perlukan untuk bernapas adalah udara yang bersih. Udara yang bersih banyak mengandung oksigen. Selain udara, manusia membutuhkan air untuk mandi, minum, dan memasak. Kamu memeroleh udara dan air dari lingkungan sekitarmu. Oleh karena itu, kamu harus selalu menjaga lingkungan sekitarmu agar kamu mendapat air dan udara yang bersih dan segar.
1. Lingkungan Sehat
Pernahkah kamu berjalan-jalan bersama ayah dan ibumu ke luar kota yang jauh dari keramaian? Kamu akan merasakan udara di sekitar tempat itu sangat segar dan bersih. Udara yang bersih itu banyak mengandung oksigen yang baik bagi tubuh kita. Udara yang bersih dapat kamu peroleh di rumah. Ketika bangun pagi, hiruplah udara di halaman rumahmu, kemudian rasakan udara yang masuk ke dalam paru-parumu. Terasa nyaman dan segar, bukan?
Mungkin, di halaman rumahmu banyak tanaman. Oksigen yang dihasilkan oleh tanaman tersebut akan banyak. Udara di sekitarnya akan terasa nyaman dan segar. Adakah sungai atau parit di sekitar rumahmu? Apakah sungai dan parit tersebut penuh sampah? Air sungai yang sehat adalah air sungai yang bersih dan jernih. Tidak ada sampah yang berserakan. Biasanya, masih ada ikan yang hidup di sungai itu. Parit di rumahmu harus selalu dibersihkan. Jangan ada sampah yang menyumbat aliran airnya. Parit yang sehat harus jernih dan bersih.

2. Lingkungan Tidak Sehat
Sekarang banyak lingkungan yang tidak sehat di sekitar kita. Apakah penyebab hal tersebut? Lingkungan tidak sehat adalah lingkungan yang kotor. Lingkungan yang kotor berarti lingkungan tersebut sudah tercemar. Pencemaran lingkungan terbagi atas pencemaran air, udara, dan tanah.
a. Pencemaran Air
Ayo, perhatikanlah parit dan sungai yang ada di sekitar rumahmu, bagaimana keadaannya? Apakah bersih? Pembuangan limbah sembarangan membuat parit, sungai, dan laut tercemar. Ikan-ikan banyak yang mati dan masyarakat di sekitar pun menanggung akibatnya. Pencemaran air dapat mengakibatkan aliran air terhambat. Jika hujan tiba, akan menimbulkan banjir. Ikan dan hewan lain yang ada di laut akan mati. Masyarakat sulit mendapat air bersih, akibatnya penyakit menyerang masyarakat. Lingkungan yang tidak sehat ditandai air yang kotor. Sungai yang airnya kotor sangat berbahaya jika digunakan untuk mandi, minum mencuci pakaian, dan mencuci alat memasak. Air yang kotor, jika diminum, dapat menyebabkan penyakit, seperti diare dan muntaber. Jika air yang kotor digunakan untuk mandi, akan menyebabkan penyakit kulit, seperti kudis dan gatal-gatal. Jika air di lingkungan rumahmu sudah tidak jernih lagi, perlu penyaringan atau penjernihan.

b. Pencemaran Udara
Pernahkah kamu memerhatikan kendaraan bermotor yang mengeluarkan asap knalpot? Asap tersebut, jika kamu hirup, akan terasa menyesakkan. Udara yang kamu hirup tersebut sangat berbahaya bagi tubuhmu. Asap yang berbahaya, seperti asap kendaraan bermotor, asap pembakaran sampah, dan asap pabrik, dapat membahayakan kesehatan tubuh. Bau yang tidak sedap pun, seperti sampah, parit yang kotor, dapat menyebabkan pencemaran udara. Asap kendaraan bermotor, asap pabrik, dan asap pembakaran sampah merupakan unsur pencemar udara. Pencemaran udara membuat napas kita menjadi sesak dan paru-paru pun dipenuhi oleh zat kimia yang merusak alat pernapasan.
c. Pencemaran Tanah
Selain air dan udara, pencemaran pun dapat terjadi di tanah. Tanah yang sudah tercemar kurang baik jika digunakan untuk bercocok tanam. Pencemaran tanah dapat disebabkan oleh pembuangan sampah, pemakaian pupuk yang berlebihan, dan penggunaan pestisida yang berlebihan.
1) Pembuangan sampah
Sampah ada yang berupa sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik, yaitu sampah sisa-sisa makhluk hidup, seperti daun-daun yang kering. Adapun sampah nonorganik, yaitu sampah plastik, kaca, dan logam. Termasuk sampah apakah sampah di rumahmu? Sampah organik, jika diolah dengan baik, akan menghasilkan kompos. Akan tetapi, jika tidak diolah dengan baik, sampah-sampah itu akan membusuk dan menghasilkan gas yang disebut metana. Sampah anorganik adalah sampah yang tidak cepat membusuk. Jika dibiarkan, sampah-sampah itu mencemari tanah. Untuk menguranginya, sampah-sampah ini harus didaur ulang menjadi barang baru. Kertas dapat didaur ulang dengan mudah. Adapun plastik, kaca, dan logam didaur ulang melalui proses yang panjang dan biaya yang mahal. Menurutmu, apa akibatnya jika sampah dibiarkan terus-menerus. Diskusikan bersama guru dan temanmu.
2) Pemakaian pupuk yang berlebihan
Pemberian pupuk tanah, jika tidak sesuai dengan ukuran yang tepat, akan mencemari tanah. Tanah menjadi asam dan mematikan tumbuhan dan hewan yang ada di sekitarnya.
3) Penggunaan pestisida yang berlebihan
Pestisida juga akan mencemari tanah jika digunakan secara berlebihan. Pemberian pestisida yang berlebihan akan membuat hewan yang menguntungkan ikut mati. Jika terbawa aliran air sampai ke sungai, akan mencemari air sungai.

Jumat, 08 April 2011

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Pendahuluan
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat keadaan yang gawat ini dapat terjadi apabila kehamalan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat di hadapi oleh setiap dokter, karna sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu itu. Hal yang perlu di ingat ialah, bahwa pada setiap wanita dalam masa produksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang di sertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dipikirkan kehamilan ektopik terganggu.

B. Pengertian
Menurut Buku Obatetri Patologi Universitas Pajadjaran Bandung, 1984
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri, kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut. Tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dengan servik atau dalam tanduk rudimeter rahim.

C. Penyebab
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku Ilmu Kebidanan (1976) dan Ilmu Kandungan 1989 adalah
Penyebab kehamilan ektopik banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak di ketahui, tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampula tuba dan di dalam perjalanan ke uterus terus mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masaih di tuba.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku Ilmu Kebidanan (1976)
Di antara sebab-sebab yang menghambat perjalanan ovum ke uterus sehingga mengadakan implantasi di tuba:
a. Migratio Externa adalah perjalanan telur panjang terbentuk trofoblast sebelum telur ada cavum uteri.
b. Pada hipoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok dan hal ini sering di sertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastic tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit
d. Bekas radang pada tuba: disini radang menyebabkan perubahan pada endosalping sehingga walaupun fertilisasi masih dapat terjadi gerakan ovum ke uterus lambat.
e. Kelainan bawaan pada tuba, antara lain difertikulum, tuba sangat panjang dsb.
f. Gangguan fisilogis tuba karna pengaruh hormonal, perlekatan perituba. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tubuh.
g. Abortus buatan.

D. Patologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kebidanan (1976).
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau inter kolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya di batasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian di resorbsi.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan, karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini sering kali adanya kehamilan tidak di ketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, di anggap sebagai haid yang datangnya agak terlambat.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping) dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum Douglasi dan menyebabkan hematokele retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

E. Gambaran klinik.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kebidanan (1976).
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda: Dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam ronga perut sampai terdapat nya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan ektopik terganggu, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.

F. Diagnosis
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kandungan (1989).
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik, gejala-gejala kehamilan ektopik beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesukaran yang terpenting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
Pemeriksaan untuk membantu diagnosis:
a. Tes kehamilan
Apa bila tes nya positip, itu dapatv membantu diaknosis.
b. Pemriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat: pada perdarahan dalam rongga perut tanda syok dapat di temukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
c. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda nyeri perut bagian bawah.
d. Pemeriksaan ginekologi
Tanda kehamilan muda mungkin ditemukan, pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu terutama ada tanda perdarahan dalam ronggan perut.
f. Pemeriksaan kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah, cara ini amat berguna dalam membantu diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
g. Pemeriksaan ultra sonografi
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pastinya ialah apa bila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalam nya tampak denyut jantung janin.
h. Pemeriksaan laparoskopi
Digunakan sebagai alat Bantu diagnostic terahir untuk kehamilan ektopik.
G. Gejala
Menurut buku obstetri patologi universitas padjajaran 1984
Kisah yang has dari kehamilan ektopik terganggu ialah seorang wanita yang sudah terlambat haid nya, sekonyong-konyong nyeri perut kadang-kadang jelas lebih nyeri sebelah kiri atau sebelah kanan. Selanjutnya pasien pening dan kadang-kadang pinsan sering keluar darah pervaginam.
Gejala-Gejala Yang Terpenting:
a. Nyeri perut: nyeri perut ini paling sering dijumpai biasanya nyeri datang setelah mengangkat benda yang berat. Buang air besar namun kadang-kadang bisa juga pada waktu sedang istirahat.
b. Adanya AMENOREA: amenorea sering di temukan walaupun hanya pendek saja sebelum di ikuti oleh perdarahan.
c. PERDARAHAN: perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.
d. Shock karena hypovoluemia.
e. Nyeri Bahu dan Leher (iritasi diafragma)
f. Nyeri pada palpasi : perut penderita biasanya tegang dan agak kembung.
g. Pembesaran uterus: pada kehamilan ektopik uterus membesar.
h. Gangguan kencing: kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangsangan peritonium oleh darah di dalam rongga perut.
i. Perubahan darah: dapat di duga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu karena perdarahan yang banyak dalam rongga perut.


H. Diagnosis Banding
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
a. Abortus imminens
b. Penyakit radang panggul (akut / kronik)
c. Torsi kista ovaril
I. Penatalaksanaan Atau Penanganan
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
a. Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat.
b. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus dihentikan.
c. Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung)
d. Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini
1) Pastikan darah yang dihisap dari rongga obdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung yang steril
2) Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan kedalam kantung darah (blood bag) apabila kantung darah tidak tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10ml untuk setiap 90ml darah.
3) Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.
e. Tindakan dapat berupa :
1) Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.
2) Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hasil ektopik ulangan).
f. Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri anti biotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas.
g. Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan:
1) Ketoprofen 100 mg supositoria.
2) Tramadol 200 mg IV.
3) Pethidin 50 mg IV (siapkan anti dotum terhadap reaksi hipersensitivitas)
h. Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.
i. Konseling pasca tindakan
1) Kulanjutan fungsi reproduksi.
2) Resiko hamil ektopik ulangan.
3) Kontrasepsi yang sesuai.
4) Asuhan mandiri selama dirumah.
5) Jadwal kunjungan ulang.

J. Komplikasi Potensial
Menurut Ben-Zion Buku Kedaruratan Obstetri dan ginekologi 1994
Komplikasi-komplikasi kehamilan tuba yang biasa adalah ruptur tuba atau abortus tuba, aksierosif dari trofroblas dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak: ruptur mungkin paling sering timbul bila kehamilan berimplatasi pada pars ismikus tuba yang sempit, abortus tuba dapat menimbulkan hematokel pelvis, reaksi peradangan lokal dan infeksi skunder dapat berkembang dalam jaringan yang berdekatan dengan bekuan darah yang berkumpul.


K. Prognosis
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan 1976
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup, Hellman dkk, (1971) 1 kematian diantara 826 kasus, dan Willson dkk. (1971) 1 antara 591. Tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi, Sjahid dan Martohoesodo (1970) Mendapat angka kematian 2 dari 120 kasus, Sedangkan Tarjamin dkk (1973) 4 dari 138 kehamilan ektopik.

Sabtu, 02 April 2011

ISPA ( Infeksi saluran pernafasan akut )

Defenisi

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi saluran pernafasan akut, Istilah ini diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infektions (ARI), istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut :

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,saluran pernafasan bagian bawah ( termasuk jaringan paru – paru ) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jariangan paru termasuk dalam pernafasan.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. (Tempointeraktif. Com- ISPA dan pneumonia).

ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atau maupun bawah kedalam tubuh yang disebabkan oleh infeksi jazad renik atau bakteri, maupun recketsia tanpa atau disertai radang parenkim baru.(Assagaf, 2002).
ISPA bisa menyerang siapa saja dan kapan saja karena jalur penyebarannya bisa melalui droplet atau udara. Ini bisa cepat menyebar karena kadang budaya masyarakat yang biasanya tidak menutup mulut saat batuk, meludah sembarang dan sebagaianya (kompas. Com). Oleh karena itu, penyakit ISPA mendapat perhatian besar pada pemberantasan ISPA, karena selain penyakit sistematik ini dimulai dengan tanda kataral/ keluarnya eksudat

cair dari saluran pernafasan . penyakit ini bisa mengalami komplikasi ISPA berat yang dapat mengakibatkan kematian.

2. Etiologi (penyebab)

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan recketsi. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Steptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Karinebakterium. Sedangkan virus penyebabnya antara lain golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus influenza, virus para influenza, dan virus campak), Adenovirus, Koronavirus, Pikornaviru, Mikoplasma, Herpes virus.
ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

3. Klasifikasi

a. ISPA disebabkan oleh virus
Virus pernafasan merupakan penyebab terbesar ISPA hingga kini telah dikenal lebih dari seratus jenis virus penyebab ISPA, infeksi virus memberikan gambaran klinik yang khas, akan tetapi sebaliknya beberapa jenis virus bersama –sama dapat pula memberikan gambaran yang hampir sama.

Enam kelompok besar virus pernafasan sebagai penyebab ISPA:

1) Orthomyxovirus : Influenzavirus
2) Paramyxovirus : Para influenza virus
3) Metamyxovirus : Respiratory syncytial virus ( RS-Virus )
4) Adenovirus
5) Picornavirus : Rhinovirus, Coxsackie Virus A, Coxsackie virus B, Echivirus. .
6.Coronavirus.
Seorang anak yang menderita ISPA bisa menunjukkan bermacam –macam tanda dan gejala seperti batuk, bersin, serak, sakit tenggorokan, sakit hidung, sesak nafas, pernafasan yang cepat ,nafas yang berbunyi, demam, penarikan dada kedada keluar, bisa mual, muntah, kurang nafsu makan, badan lemas dan sebagainya.
1. Tanda dan gejala ISPA ringan.
Seorang anak dinyatakan ISPA ringan jika ditentukan satu atau lebih gejala seperti ini:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara.
c. Pilek yaitu mengeluarkan lender dari hidung
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37c.
2. Tanda dan gejala ISPA sedang
a. pernafasan lebih dari 40 kali/ menit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 39c ( diukur dengan termometer )
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak – bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
e. Pernafasan bunyi atau sesaka nafas.
3. Tanda dan gejala ISPA berat.
Jika dijumpai gejala –gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala berikut:
a. kulit atau bibir membiru.
b. Lubang hidung kembang kempis ( dengan cukup lebar ) pada waktu bernafas anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
c. Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisa.
d. Tenggorokan berwarna merah.
4.Pencegahan
Pola tata laksana penderita ISPA terdiri dari 4 bagian yaitu Pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit dan pengobatan.
Adapun program pencegahan yang dilakukan terhadap faktor – faktor resiko yang menyebabkan ISPA adalah Imunisasi yang merupakan strategi spesifik untuk mengurangi angka kesakitan ISPA:
1. Usaha dibidang gizi untuk mendapatkan kekebalan tubuh.
2. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan anak
3. Program penyehatan lingkungan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA ketidak seimbangan antara host (pejamu), agent (faktor penyebab),dan environment (lingkungan).

Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, adalah meningkatkan kesehatan, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal, melalui terciptanya masyarakat bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dan dengan prilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta mencapai derajat kesehatan yang optimal. Untuk mendukung tujuan tersebut maka tujuan utama di bidang kesehatan dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah menurunkan angka kematian balita (Depkes RI, 2002)
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia, peranan dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat cukup besar karena sampai saat ini penyakit infeksi masih termasuk ke dalam salah satu penyebab yang mendorong tetap tingginya angka kesakitan dan angka kematian di tanah Air (Depkes, 1999). Menurut Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997, menunjukkan bahwa penyakit ISPA masih merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan terjadinya kesakitan dan kematian pada anak di bawah 5 tahun (Silalahi, 2004)
Visi pembangunan kesehatan menggambarkan masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin di capai yaitu masyarakat bangsa dan negara yang di tandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan prilaku hidup sehat (Depkes RI, 2002).
Menurut Ranuh (1997), rumah yang ventilasinya tidak memenuhi persyaratan menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur atau asap rokok dapat terkumpul dalam rumah, bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan cahaya matahari pagi yang sulit masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA
Kondisi lingkungan pemukiman/perumahan di Indonesia sampai saat ini belum menggembirakan, hal ini dapat di lihat dari program penyehatan lingkungan pemukiman bahwa proporsi rumah tangga yang menepati rumah sehat hanya sebesar 60,43% sedikit menurun di bandingkan dengan tahun 2002 yang sebesar 64,89% Angka ini masih di bawah target Indonesia sehat 2010 yaitu sebesar 80% (Depkes RI, Jakarta 2005). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka kejadian ISPA adalah faktor kondisi lingkungan yang tidak sehat pada perumahan dan prilaku yang tidak sehat pula (Depkes RI, 2002)
Menurut Becker (1979) dalam Notoatmojo (2003), mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan yaitu prilaku kesehatan termasuk tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya. Prilaku sakit termasuk juga pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut. Dan prilaku peran sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang di lakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA) seperti halnya diare, merupakan sebab utama kesakitan dan kematian pada anak-anak balita di negara berkembang. Setiap tahun ISPA membunuh kira-kira 4 juta anak balita di Asia, Afrika dan Amerika latin. Pneumonia merupakan ISPA yang paling berat bagi balita dan penyebab utama hampir semua kematian. Karena Infeksi saluran pernapasan akut sangat umum sifatnya, ini merupakan beban ekonomi bagi negara-negara berkembang. Rata-rata seseorang anak disuatu daerah perkotaan bisa mengalami lima sampai delapan episode ISPA setiap tahun. Di daerah-daerah pedesaan jumlah episode ISPA sedikit lebih rendah (Depkes RI, 2004)
Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran bagian atas dan saluran bagian bawah. penyakit saluran bagian atas mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya otitis media yang merupakan penyebab ketulian.sedangkan (ISPA) saluran bagian bawah, paling sering adalah pneumonia (WHO, 2003).
Pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia di mulai pada tahun 1984, bersama dengan di lancarkannya pemberantasan penyakit ISPA di tingkat Global oleh WHO (World Health Organization). Dalam pola tatalaksana tahun 1984 penyakit ISPA di klasifikasikan dalam 3 (tiga) tingkat keparahan yaitu, ISPA ringan, ISPA sedang, ISPA berat, klasifikasi ini menggabungkan penyakit infeksi akut parah, infeksi akut ringan dan tenggorokan pada anak dalam satu kesatuan (Depkes RI, 2002)
Pada tahun 1995 hasil survei kesehatan rumah tangga melaporkan proporsi kematian bayi akibat penyakit sistem pernapasan mencapai 32,1%. Sementara pada balita 38,8 %. Dari fakta itu kemudian pemerintah Indonesia menargetkan penurunan kematian akibat Pneumonia balita sampai 33% pada tahun 1994-1999, sesuai kesepakatan Declaration of the World Summit for children pada tanggal September 1999 di New York, Amerika Serikat. Sementara itu, berdasarkan program pembangunan Nasional (PROPENAS) di bidang kesehatan, angka kematian Lima perseribu, pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi 3 perseribu pada akhir tahun 2005 (Silalahi, 2004)
Berdasarkan data dari dinas kesehatan kota Bengkulu dapat di ketahui perbandingan jumlah kasus ISPA yang terjadi di seluruh Puskesmas Kota Bengkulu tahun 2009.
Tabel 1.1
Jumlah kasus ISPA
No Puskesmas Jumlah kasus
1 Anggut Atas 2.601
2 Nusa Indah 2.193
3 Sawah lebar 410
4 Kuala Lempuing 230
5 Jembatan kecil 592
6 Jalan Gedang 1.210
7 Lingkar Barat 983
8 Lingkar Timur 1.537
9 Pasar Ikan 1.461
10 Kampung Bali 829
11 Sukamerindu 1.892
12 Ratu Agung 1.182
13 Beringin Raya 562
14 Basuki Rahmat 1.109
15 Betungan 707
16 Kandang 992
17 Padang Serai 352
Sumber: Dinkes Kota Bengkulu, 2009
Dari data laporan Dinas Kota Bengkulu tahun 2009 di ketahui bahwa puskesmas Sukamerindu termasuk ke dalam 3 besar puskesmas yang memiliki jumlah kasus ISPA terbesar di Kota Bengkulu yaitu sebesar 1.892.
Tabel 1.2
Jumlah kasus ISPA di puskesmas setiap bulan

No Bulan Jumlah kasus ISPA
1 Januari 154
2 Februari 167
3 Maret 168
4 April 174
Sumber: Puskesmas Sukamarindu, 2010
Dari data yang diperoleh di Sukamerindu, di ketahui bahwa kasus ISPA di Puskesmas Sukamerindu setiap bulan selalu mengalami peningkatan, serta dari 10 jumlah kasus terbanyak di Puskesmas Sukamerindu, setiap bulan kasus ISPA selalu menempati urutan yang pertama.
Berdasarkan survey awal terhadap 25 rumah warga yang ada di sekitar wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu 7 rumah diantara nya merupakan rumah dengan hunian padat. 2 rumah yang memiliki ventilasi tidak memenuhi standar5 rumah yang tidak memiliki lubang asap, dan 6 rumah yang dinding terbuat dari bambo/kayu.
Dengan melihat latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui dan meneliti hubungan kesehatan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.

Kamis, 31 Maret 2011

Konsep Kebidanan Komunitas

.
Konsep adalah kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “Bidan” yang artinya adalah seseorang yang telah mengikuti pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat ijin melakukan praktek kebidanan. Sedangkan kebidanan sendiri mencakup pengetahuan yang dimiliki bidan dan kegiatan pelayanan yang dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dilahirkan (J.H. Syahlan, 1996).

Komunitas adalah kelompok orang yang berada di suatu lokasi tertentu. Sasaran kebidanan komunitas adalah ibu dan anak balita yang berada dalam keluarga dan masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan diluar rumah sakit. Kebidanan komunitas dapat juga merupakan bagian atau kelanjutan pelayanan kebidanan yang diberikan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas.

Kelompok komunitas terkecil adalah keluarga individu yang dilayani adalah bagian dari keluarga atau komunitas. Oleh karena itu, bidan tidak memandang pasiennya dari sudut biologis. Akan tetapi juga sebagai unsur sosial yang memiliki budaya tertentu dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan lingkungan disekelilingnya.
Dapat ditemukan disini bahwa unsur-unsur yang tercakup didalam kebidanan komunitas adalah bidan, pelayanan kebidanan, sasaran pelayanan, lingkungan dan pengetahuan serta teknologi.

Asuhan kebidanan komunitas adalah merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.

B. Manajemen Kebidanan Komunitas
Dalam memecahkan masalah pasiennya, bidan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.

Manajemen kebidananan adalah metode yang digunakan oleh bidan dalam menentukan dan mencari langkah-langkah pemecahan masalah serta melakukan tindakan untuk menyelematkan pasiennya dari gangguan kesehatan.

Penerapan manajemen kebidanan melalui proses yang secara berurutan yaitu identifikasi masalah, analisis dan perumusan masalah, rencana dan tindakan pelaksanaan serta evaluasi hasil tindakan. Manajemen kebidanan juga digunakan oleh bidan dalam menangani kesehatan ibu, anak dan KB di komuniti, penerapan manajemen kebidanan komuniti (J.H. Syahlan, 1996).

1. Identifikasi masalah
Bidan yang berada di desa memberikan pelayanan KIA dan KB di masyarakat melalui identifikasi, ini untuk mengatasi keadaan dan masalah kesehatan di desanya terutama yang ditujukan pada kesehatan ibu dan anak.

2. Analisa dan perumusan masalah
Setelah data dikumpulkan dan dicatat maka dilakukan analisis. Hasil analisis tersebut dirumuskan sebagai syarat dapat ditetapkan masalah kesehatan ibu dan anak di komunitas.

Dari data yang dikumpulkan, dilakukan analisis yang dapat ditemukan jawaban tentang :

a. Hubungan antara penyakit atau status kesehatan dengan lingkungan keadaan sosial budaya atau perilaku, pelayanan kesehatan yang ada serta faktor-faktor keturunan yang berpengaruh terhadap kesehatan. (H.L. Blum).
b. Masalah-masalah kesehatan, termasuk penyakit ibu, anak dan balita
c. Masalah-masalah utama ibu dan anak serta penyebabnya
d. Faktor-faktor pendukung dan penghambat

Rumusan masalah dapat ditentukan berdasarkan hasil analisa yang mencakup masalah utama dan penyebabnya serta masalah potensial.
3. Diagnosa potensial
Diagnosa yang mungkin terjadi

4. Antisipasi penanganan segera
Penanganan segera masalah yang timbul

5. Rencana (intervensi)
Rencana untuk pemecahan masalah dibagi menjadi tujuan, rencana pelaksanaan dan evaluasi.

6. Tindakan (implementasi)
Kegiatan yang dilakukan bidan di komunitas mencakup rencana pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

7. Evaluasi
Untuk mengetahui ketepatan atau kesempurnaan antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang ditetapkan.


. Latar Belakang
Perkembangan nasional dibidang kesehatan bertujuan untuk mencapai kemampuan untuk hidup sehat, bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat secara optimal diperlukan peran serta masyarakat dan sumber daya masyarakat sebagai modal dasar dalam pembangunan nasioal, termasuk keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat.

Dalam upaya mewujudkan kesehatan masyarakat terutama dalam mencegah angka kematian ibu dan anak pemerintah mencanangkan program safe methorhood yang berupa 6 pilar sebagai realisasi kerja, antara lain :
1. Pelayanan keluarga berencana
2. Asuhan antenatal
3. Persalinan bersih dan aman
4. Pelayanan obsetrik neonatal
5. Pelayanan kesehatan dasar
6. Pelayanan kesehatan primer dengan pemberdayaan wanita
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarkat dimana masalah kesehatan dapat timbul, berupa masalah KIA/KB, KELING.

Dalam hal ini penulis mengambil kasus pada keluarga Tn. S pada RT. 01 RW. 02 Desa Kemanggungan Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal sebagai bukti pelaksanaan praktek kebidanan komunitas dan melaksanakan implementasi sesuai dengan prioritas masalah.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membantu masyarakat dalam mengupayakan hidup sehat sehingga mencapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak pada keluarga.
b. Menemukan masalah yang ada dan memprioritaskannya
c. Merumuskan berbagai alternatif pemecahan maasalah
d. Implementasi hasil rumusan alternatif pemecahan masalah
e. Mendorong dan meningkatkan kesadaran serta partisipasi keluarga dalam upaya mendorong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan, serta menanamkan perilaku hidup sehat
C. Metode
Dalam penyusunan laporan ini penulis menggunakan metode deskriptif analitik yang menggunakan metode wawancara dan pendataan.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan laporan ini terdiri dari 5 Bab, adapun sistematika penulisan dari masing-masing Bab, sebagai berikut :
1. BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Metode
D. Sistematika Penulisan
2. BAB II : LANDASAN TEORI
A. Konsep Komunitas
B. Konsep Keluarga
C. Masalah Utama
3. BAB III : TINJUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Intervensi
4. BAB IV : PEMBAHASAN
5. BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Kebidanan Komunitas
Konsep adalah kerangka ide yang mengandung suatu pengertian tertentu. Kebidanan berasal dari kata “Bidan” yang artinya adalah seseorang yang telah mengikuti pendidikan tersebut dan lulus serta terdaftar atau mendapat ijin melakukan praktek kebidanan.
Sedangkan kebidanan sendiri mencakup pengetahuan yang dimiliki bidan dan kegiatan pelayanan yang dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dilahirkan (J.H. Syahlan, 1996).
Komunitas adalah kelompok orang yang berada di suatu lokasi tertentu. Sarana kebidanan komunitas adalah ibu dan anak balita yang berada dalam keluarga dan masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas dilakukan diluar rumah sakit. Kebidanan komunitas dapat juga merupakan bagian atau kelanjutan pelayanan kebidanan yang diberikan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di lingkungan keluarga merupakan kegiatan kebidanan komunitas.
Kelompok komunitas terkecil adalah keluarga individu yang dilayani adalah bagian dari keluarga atau komunitas. Oleh karena itu, bidan tidak memandang pasiennya dari sudut biologis. Akan tetapi juga sebagai unsur sosial yang memiliki budaya tertentu dan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan lingkungan disekelilingnya.
Dapat ditemukan disini bahwa unsur-unsur yang tercakup didalam kebidanan komunitas adalah bidan, pelayanan kebidanan, sasaran pelayanan, lingkungan dan pengetahuan serta teknologi.
Asuhan kebidanan komunitas adalah merupakan bagian integral dari system pelayanan kesehatan, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu, anak dan Keluarga Berencana.
B. Manajemen Kebidanan Komunitas
Dalam memecahkan masalah pasiennya, bidan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.
Manajemen kebidananan adalah metode yang digunakan oleh bidan dalam menentukan dan mencari langkah-langkah pemecahan masalah serta melakukan tindakan untuk menyelematkan pasiennya dari gangguan kesehatan.
Penerapan manajemen kebidanan melalui proses yang secara berurutan yaitu identifikasi masalah, analisis dan perumusan masalah, rencana dan tindakan pelaksanaan serta evaluasi hasil tindakan. Manajemen kebidanan juga digunakan oleh bidan dalam menangani kesehatan ibu, anak dan KB di komuniti, penerapan manajemen kebidanan komuniti (J.H. Syahlan, 1996).
1. Identifikasi masalah
Bidan yang berada di desa memberikan pelayanan KIA dan KB di masyarakat melalui identifikasi, ini untuk mengatasi keadaan dan masalah kesehatan di desanya terutama yang ditujukan pada kesehatan ibu dan anak. Untuk itu bidan melakukan pengumpulan data dilaksanakan sccara langsung ke masyarakat (data subyektif) dan data tidak langsung ke masyarkaat (data obyektif)
a. Data Subyektif
Data subyektif diperoleh dari informasi langsung yang diterima dai masyarakat. Pengumpulan data subyektif dilakukan melalui wawancara. Untuk mengetahui keadaan dan masalah kesehatan masyarakat dilakukan wawancara terhadap individu atau kelompok yang mewakili masyarakat.
b. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh dari observasi pemeriksaan dan penelaahan catatan keluarga, masyarakat dan lingkungan. Kegiatan dilakukan oleh bidan dalam pengumpulan data obyektif ini ialah pengumpulan data atau catatan tentang keadaan kesehatan desa dan pencatatan data keluarga sebagai sasaran pemeriksaan.
2. Analisa dan perumusan masalah
Setelah data dikumpulkan dan dicatat maka dilakukan analisis. Hasil analisis tersebut dirumuskan sebagai syarat dapat ditetapkan masalah kesehatan ibu dan anak di komuniti.
Dari data yang dikumpulkan, dilakukan analisis yang dapat ditemukan jawaban tentang :
a. Hubungan antara penyakit atau status kesehatan dengan lingkungan keadaan sosial budaya atau perilaku, pelayanan kesehatan yang ada serta faktor-faktor keturunan yang berpengaruh terhadap kesehatan. (H.L. Blum).
b. Masalah-masalah kesehatan, termasuk penyakit ibu, anak dan balita
c. Masalah-masalah utama ibu dan anak serta penyebabnya
d. Faktor-faktor pendukung dan penghambat
Rumusan masalah dapat ditentukan berdasarkan hasil analisa yang mencakup masalah utama dan penyebabnya serta masalah potensial.
3. Diagnosa potensial
Diagnosa yang mungkin terjadi
4. Antisipasi penanganan segera
Penanganan segera masalah yang timbul
5. Rencana (intervensi)
Rencana untuk pemecahan masalah dibagi menjadi tujuan, rencana pelaksanaan dan evaluasi.
6. Tindakan (implementasi)
Kegiatan yang dilakukan bidan di komunitas mencakup rencana pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
7. Evaluasi
Untuk mengetahui ketepatan atau kesempurnaan antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang ditetapkan.
C. Konsep Dasar Keluarga
1. Pengertian keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat, terdiri atas 2 orang atau lebih adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga berinteraksi diantara sesama anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan. (Depkes. RI. 1998 dan Salvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya, 1989).
2. Struktur keluarga
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara, seadarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
e. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
3. Ciri-ciri struktur keluarga
a. Terorganisasi
b. Ada keterbatasan
c. Ada perbedaan dan kekhususan
4. Ciri-ciri keluarga
a. Diikat dalam suatu tali perkawinan
b. Ada hubungan darah
c. Ada ikatan batin
d. Ada tanggung jawab masing-masing anggotnya
e. Ada pengambilan keputusan
f. Kerjasama diantara anggota keluarga
g. Komunikasi interaksi antar anggota keluarga
h. Tinggal dalam satu rumah
5. Ciri-ciri keluarga Indonesia
a. Suami sebagai pengambil keputusan
b. Merupakan suatu kesatuan yang utuh
c. Berbentuk monogram
d. Bertanggung jawab
e. Pengambil keputusan
f. Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa
g. Ikatan kekeluargaan sangat erat
h. Mempunyai semangat gotong royong
6. Tipe/bentuk keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family)
Adalah keluarga terdiri dari satu ayah, ibu dan anak-anak.
b. Keluarga besar (exended family)
Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (sereal family)
Adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda/ janda (single family)
Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (composite)
Adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami yang hidup secara bersama.
f. Keluarga kabitas (cahabitation)
Adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
Tipe keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (extended family) karena masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat.
7. Perawatan kesehatan keluarga
Adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai tujuan dan melalui perawatan sebagai sasaran.
D. Masalah Utama (Diare)
1. Pengertian
a. Diare adalah bentuk kotoran anak yang semula padat berubah menjadi lembek atau cair dan buang air besar 3 kali atau lebih 24 jam (Buku KIA)
b. Diare adalah buang air besar (DEFEKASI) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml/ jam tinja dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defkasi yang meningkat (Kapita Selecta Kedokteran Jilid 1 : 501)
c. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari (WHO, 1980)
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala anak mederita penyakit diare adalah
a. Buang air besar encer atau cair 3 kali atau lebih dalam 24 jam
b. Tidak ada darah dalam BAB
3. Cara Pencegahan dan Penanganan Diare
a. Cara Pencegahan Diare
1) Pemberian hanya ASI saja pada bayi sampai usia 4 – 6 bulan
2) Mencuci tangan dengan sabun setelah berak dan sebelum memberi makan anak
3) Menggunakan jamban dan menjaga kebersihannya
4) Pembuangan tinja anak ditempat yang benar
5) Makanan dan minuman menggunakan air matang
b. Cara Penanganan Diare
1) Perbanyak pemberian minuman misalnya ASI, air matang, air syur, oralit
Cara pemberian oralit dan takarannya
Masukkan 1 bungkus oralit kedalam 1 gelas air (200 cc) yang sudah dimasuk atau air minum dan aduk sampai rata
2) ASI tetap diberikanterutamapada bayi untuk anak yang tidak menetek. Pemberian makanan lunak tetap diteruskan
3) Segera dibawa ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau bila ada tanda-tanda :
a} Buang air besar encer berkali-kali
b} Muntah berulang-ulang
c} Rasa haus yang nyata
d} Demam
e} Makan / minum sedikit
f} Darah dalam tinja
ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS PADA KELUARGA TN. S
Tanggal : 15 Februari 2008
Waktu : 16.00 WIB
Tempat : Rumah Tn. S
I. Pengkajian
A. Data Umum
1. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. S
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa/ Indonesia
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Status perkawinan : Kawin
Alamat : RT. 01 RW. 02 Desa Kemanggungan Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal
2. Susunan Keluarga
Nama Umur L/P Status Penddkn Pekerjaan Agama Keadaan
Herlina
Syahril
Aji Nur Ismail 25 th
5 th
1 th P
L
L Istri
Anak
Anak SMA
TK
- IRT
-
- Islam
Islam
Islam Sehat
Sehat
Diare
Genogram

ATRESIA REKTI

A. DEFINISI
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal (anus) secara congenital (sejak lahir).

B. GEJALA DAN TANDA
Tanda dan gejala dari Atrsia Ani ini antara lain adalah : mekonium (feses bayi) tidak keluar dalam waktu 24 - 48 jam setelah lahir; tinja keluar dari vagina atau uretra; perut menggembung; Muntah; tidak bisa buang air besar; tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula (saluran abnormal); Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi /tegang perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa

C. PENYEBAB
• Kegagalan pada fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
• Faktor herediter (keturunan)
• Abnormal kromosom, mutasi gen.
Klasifikasi :

Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati
ischii kelainan disebut :
1. Letak tinggi, rectum berakhir di atas M.Levator ani ( m.pubo coxigeus )
2. Letak intermediet, akhiran rectum terletak di M.Levator ani
3. Letak rendah, akhiran rectum berakhir di bawah M.Levator ani

D. TERAPI
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi (membuat anus buatan) beberapa saat setelah lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya.
b. Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia (kekurangan bikarbonat yang reabsorpsi di tubulus ginjal).
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang:stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

F. PENCEGAHAN
Tidak ada pencegahan yang dapat dilakukan karena bersifat kongenital/bawaan.

HIPOSPADIA

1. PENGERTIAN
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat dipenis bagian bawah, bukan diujung penis. Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau dibawah skrotum.
Hipospadia sering disertai kelainan bawaan yang lain, misalnya :
• pada skrotum dapat berupa undescensus testis,
• monorchidism,
• disgenesis testis dan hidrokele.
Pada penis berupa propenil skrotum, mikrophallus dan torsi penile, sedang kelainan ginjal dan ureter berupa fused kidney, malrotasi renal, duplex dan refluk ureter.
Secara umum tekniknya terbagi menjadi operasi satu tahap dan multi tahap.
Operasi perbaikan komplikasi fistula dilakukan 6 bulan paska operasi yang pertama.
Setelah menjalani operasi, perawatan paska operasi adalah tindakan yang amat sangat penting. Orang tua harus dengan seksama memperhatikan instruksi dari dokter bedah yang mengoperasi. Biasanya pada lubang kencing baru (post uretroplasty) masih dilindungi dengan kateter sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri oleh air kencing. Di bagian supra pubik (bawah perut) dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung kemih untuk mengalirkan air kencing.

2. GEJALA
• Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis
• Penis melengkung kebawah
• Penis tampak seperti berkerudung, karena adanya kelainan pada kulit depan penis
• Jika berkemih, anak harus duduk
3. ETIOLOGI
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui secara pasti. Beberapa etiologi dari hipospadia telah dikemukakan, termasuk faktor genetik, endokrin dan faktor lingkungan. Sekitar 28& penderita ditemukan adanya hubungan familial. Pembesaran tuberkel genitalia dan perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testoteron selama proses embryogenesis. Jika testis gagal memproduksi sejumlah testoteron atau jika sel-sel struktur genital kekurangan reseptor androgen atau tidak terbentuknya androgen converting enzyme ,maka hal-halinilah yang diduga menyebabkan terjadinya hipospadia.

4.KLASIFIKASI.
Klasifikasi hipospadia yang sering digunakan yaitu berdasarkan lokasi meatus yaitu :
• Glandular, muara penis terletak pada daerah proksimal lokasi glands penis
• Coronal, muara penis terletak pada daerah sulkus coronalis
• Penile shaft
• Penoscrotal
• Perineal
5. DIAGNOSIS.
1 . Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan inspeksi
2. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal
3. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada
pemeriksaan bayi lahir
4. Pada penderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine
5.Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu
hubungan seksual
6. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi
duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas
6.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah :
1) Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordea
2) Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
3) Untuk mengembalikan aspek normal dari ginetalia eksterna
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak berbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya prosedur santenelli, flip flap)
7. KELAINAN METABOLISME DAN ENDOKRIN

A.Kelainan Metabolisme
Tanda dan gejala kelainan metabolisme :
• Asidosis metabolic.
• Muntah terus menerus,
• Pertumbuhan terhambat,
• Perkembangan abnormal,
Kara metabolit tertentu pada darah dan urine meningkat, misalnya asam amino, bau yang khas pada urine atau pada perubahan fisik seperti hepatomegali, kelainan metabolisme bawaan yaitu dengan memisahkan tanda dan gejala yang tampak pada periode neonatus dan yang tampak pada anak setelah periode neonatus.



B.Kelainan Endokrin
Tanda dan gejala pada kelainan endokrin tergantung pada kerenjar endokrin yang mengalami kelainan.
Bentuk-bentuk kelainan endokrin :
• hiperpituitarisme,
• hipopituitarisme,
• diabetes insipidus,
• diabetes melitus,
• hipotioroidisme,
• tiroiditis,
• karsinoma tiroid,
• hipoparatiroidisme,
• sindrom adenogenital,
• sindrom cushing,
• hipogonadisme hipergonadotropok,
• hipogonadisme hipogonaddropik.

HIDROSEFALUS

I. Definisi
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
II. Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).
III. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
IV. Patofisiologi dan Patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)
V. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
VI. Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)
VII. Diagnosis
Disamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS. (Darsono, 2005:214)
VIII. Diagnosis Banding
Pembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun. (Darsono, 2005:215)
IX. Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS.
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360)
X. Prognosis
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner. (Darsono, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
•http://medlinux.blogspot.com/2007/09/hidrocephalus.html
•http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm
•DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328–332.
•Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408.
•Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.
•Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.









Otak dan sumsum tulang belakang manusia terletak di dalam rongga dengan cairan di antaranya yang berfungsi untuk melindunginya. Cairan tersebut dinamakan cairan serebrospinal.

Hidrosefalus adalah suatu kelainan dengan jumlah cairan serebrospinal yang berlebih dan disertai peningkatan tekanan intrakranial (di dalam rongga kepala). Kelebihan jumlah cairan tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapannya.

Hidrosefalus dapat terjadi sejak di dalam kandungan (kongenital/cacat bawaan) atau setelah lahir. Angka kejadian hidrosefalus diperkirakan sekitar 48-81 bayi per 100.000 kelahiran.

Apa penyebab hidrosefalus?

Penyebab hidrosefalus sangat beragam. Hidrosefalus digolongkan menjadi Zjenisyaitu: komunikans dan non-komunikans. Penentuan kedua jenis hidrosefalus ini didasarkan pada ada tidaknya hubungan antara sistem ventrikuler di otak dengan rongga subaraknoid. Penyebab dari hidrosefalus antara lain:
• Trauma.
• Tumorotak.
• Perdarahan di dalam otak bayi yang terjadi karena proses melahirkan.
• Meningitis atau infeksi otak lainnya.
• Infeksi sewaktu di dalam kandungan.
• Penyempitan saluran cairan serebrospinal yang ada di otak.

Apa tanda dan gejala hidrosefalus pada anak?

Tanda dan gejala dari hidrosefalus bergantung dari usia bayi. Pada bayi baru lahirdengan cacat bawaan hidrosefalus, umumnya hidrosefalus sangat mudah dikenali. Kepala bayi terlihat membesar. Ubun-ubun depan kepala juga terlihat melebar.

Kadang pada bayi, selain kepala terlihat membesar, juga didapatkan tanda dan gejala lain seperti sering muntah, otot yang kaku, dan juga bayi menjadi lebih rewel. Pada anak yang sudah lebih besar dan ubun-ubun sudah menutup, maka untuk mendiagnosis hidrosefalus akan menjadi lebih sulit.

Biasanya tidak terlihat adanya pembesaran kepala, tetapi terlihat tanda-tanda peningkatan tekanan di dalam rongga kepala (intrakranial) yang lebih terlihat, seperti: sakit kepala, muntah, penglihatan yang kabur, dan adanya edema papil (bengkak pada pemeriksaan funduskopi mata). Kadang kala mata anak juga terlihat seperti melihat ke bawah terus (sunset sign).

Bagaimana cara dokter mendiagnosis hidrosefalus pada anak?

Diagnosis hidrosefalus selain dari tanda dan gejala klinis yang ditemukan juga memerlukan ban-tuan alat seperti USG (Ultrasonografi), CT Scan (Computed Tomography), atau MRI (Magnetic Resonance Imaging).

Bagaimana cara menanganinya dari hidrosefalus?

Penanganan terbaik untuk hidrosefalus yang terbaik adalah dengan operasi. Operasi dilakukan dengan membuat shunt untuk mengalirkan cairan serebrospinal yang berlebihan. Shunt adalah membuat hubungan dengan menggunakan selang khu-sus dari kepala ke perut.

Di samping operasi juga kadang digunakan terapi dengan obat-obatan dan pungsi lumbal (mengambil cairan serebrospinal yang berlebih melalui tulang belakang), tetapi tidak lebih efektif bila dibandingkan dengan operasi.

Tip
• Mintalah dokter mengukur diameter kepala bayi Anda setiap dibawa ke dokter, terutama pada 3 tahun pertama kehidupannya.
• Setiap kelainan yang Anda temukan mengenai ukuran kepala anak sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter.
• Bila bayi mengalami hidrosefalus operasi untuk mengurangi cairan dalam rongga kepalanya harus dilakukan secepatnya.

Kesimpulan
• Hidrosefalus adalah suatu kelainan dengan jumlah cairan serebrospinal yang berlebihan dan disertai peningkatan tekanan intrakranial (di dalam rongga kepala).
• Hidrosefalus disebabkan oleh berbagai hal seperti: trauma, tumor otak, perdarahan, atau infeksi.
• Tanda dan gejala hidrosefalus bergantung dari usia anak Anda. Penanganan hidrosefalus adalah dengan jalan operasi.

Cara Mencegah Hidrosefalus

JAKARTA - Belakangan ini kasus hidrosefalus meningkat pada beberapa kelahiran. Untuk mengetahui apa dan bagaimana cara mencegah penyakit hidrosefalus, SH mewawancarai dokter spesialis anak dan pengurus pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, Dr dr Tb Rachmat Sentika SpA.
Mengapa saat ini banyak anak yang menderita hidrosefalus? Apa penyebabnya?
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan pada salah satu tempat di kepala. Penyumbatan sering terdapat pada bayi dan anak karena kelainan bawaan, infeksi, neoplasma, atau perdarahan. Penyumbatan mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal yang tidak terabsorbsi sehingga menyebabkan kepala menjadi besar.
Jumlah kasus hidrosefalus antara 0,2 - 4 persen setiap 1.000 kelahiran. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Pada hidrosefalus infantil, 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan dan meningitis, serta kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Apabila dicermati, terlihat bahwa dari tahun ke tahun, insiden (kasus baru) maupun prevalensi antara kasus lama dan kasus baru relatif tidak bertambah.
Bagaimana cara menghindari agar anak tidak mengalami hidrosefalus?
Untuk menghidari terjadinya hidrosefalus, dapat dilakukan sejak sebelum menikah dengan memeriksakan kesehatan kedua calon pengantin. Selanjutnya, selama kehamilan, lakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur ke dokter agar diketahui kesehatan janinnya dan kemungkinan terjadinya hidrosefalus.
Pada masa bayi dan balita, (hidrosefalus-red) sering terjadi akibat infeksi otak yang mengganggu lalu lintas cairan otak (cerebrospinal) karena TBC otak atau infeksi bakteri, virus, jamur. Mungkin juga karena tumor di otak. Oleh karena itu, pemeriksaan tumbuh-kembang anak secara periodik, seperti mengukur lingkar kepala, dapat sebagai alat deteksi dini yang paling mudah untuk mengetahui terjadinya hidrosefalus. Apabila ukuran lingkar kepala lebih dari kurva normal, bisa segera diperiksakan ke dokter anak.
Apakah hidrosefalus bisa sembuh dan bagaimana caranya?
Kesembuhan hidrosefalus sangat tergantung pada deteksi dini. Semakin muda didiagnosa dan makin cepat intervensi dengan memasang pipa (tube) dari rongga kepala ke rongga perut, akan mempercepat kesembuhan dan mencegah dampak gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak. Membiarkan hidrosefalus terjadi akan mengganggu perkembangan otak dan pancaindra, seperti mata, telinga, dan hidung. Penyembuhan sangat bergantung pada penyebab terjadinya hidrosefalus.
Apa akibatnya jika hidrosefalus tidak segera ditangani?
Apabila hidrosefalus tidak diterapi, akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis, serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal akibat infeksi berulang atau karena aspirasi pneumonia. Namun bila cepat ditangani, sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal. Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami gangguan mental ringan. Penting sekali bagi anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.
Apa yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan pada anak hidrosefalus?
Yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan adalah melakukan pemeriksaan lingkar kepala setiap bulan, sebagai bagian dari pemeriksaan rutin untuk memantau pertumbuhan dan perkembangannya melalui kartu menuju sehat (KMS)/Kartu Ibu dan Anak (KIA) atau buku catatan kecilku. Bila ukuran kepala melebihi kurva normal, segera rujuk ke fasilitas yang memungkinkan tindakan operatif karena semua tindakan hidrosefalus hanya bisa dilakukan oleh dokter bedah di rumah sakit yang memungkinkan operasi.
Apa tanda gejala hidrosefalus?
Pada masa anak yang baru lahir, terjadi pembesaran kepala abnormal. Lingkaran kepala anak baru lahir biasanya 35-40 sentimeter dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Gejala hidrosefalus adalah dahi lebih besar daripada biasanya, tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis, serta vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
Pada masa kanak-kanak pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi terasa nyeri disertai keluhan penglihatan ganda. Secara umum, gejala yang paling sering terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif pada ukuran kepala
Asuhan keperawatan pada klien ” HIDROSEFALUS”

2.1 Definisi
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSF) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSF lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008).
Gambar : Anak dengan hidrocephalus
2.2 Klasifikasi Hydrocephalus
2.2.1 Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ;
 Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil
 Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.
2.2.2 Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagian yaitu :
1. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP).
Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
2. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus )
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut.
2.3 Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis
a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam.Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
1). Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar)
2). Parenchym otak
3). Arachnoid
b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir ke superior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.
2.4 Etiologi
2.4.1 Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono( 1998) :
1. Sebab-sebab Prenatal
Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik.
2. Sebab-sebab Postnatal
a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur, cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c. Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena pada basis krani, trombosis jugularis.
2.4.2 Penyebab sumbatan aliran CSF
Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak – anak :
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah:
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis Aquaductus sylvii
merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.
d. Kista Arachnoid
Dapat terjadi conginetal membagi etiologi menurut usia
e. Anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.
3. Perdarahan
4. Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
a.Tumor ventrikel III.
b.Tumorfossa posterior.
c. Pailloma pleksus khoroideus.
d. Leukemia, limfoma.
5. Degeneratif.
Histositosis X, inkontinentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6. Gangguan vaskuler.
a.Dilatasi sinus dural.
b. Trombosis sinus venosus.
c. Malformasi V. Galeni.
d. Ekstaksi A. Basilaris.
e. Arterio venosusmalformasi.
2.5 Patofisiologi
Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis,pneumonia,TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.
Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.
2.6 Manifestasi Klinis
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
1. Bayi :
1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
a. Muntah
b. Gelisah
c. Menangis dengan suara ringgi
d.Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan
dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
4. Peningkatan tonus otot ekstrimitas
5. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat jelas
6. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah – olah di atas Iris
7. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
8. Strabismus, nystagmus, atropi optic
9. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
2. Anak yang telah menutup suturanya ;
Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
6. Strabismus
7. Perubahan pupil
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang( , yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarakhnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
Ada 2 macam terapi pintas / “ shunting “:
1. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
2. Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.
b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting:
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung distal setinggi 6/7).
5. Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
2.9 Komplikasi
Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004):
1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran kepala
3. kerusakan otak
4. Meningitis, ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu
2.10 Prognosa
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
2.11 Dampak Hospitalisasi Anak Penderita Hydrocephalus dan keluarganya
Reaksi Hospitalisasi
Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan anak,pengalaman sebelumnya terhadap sakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
a. Reaksi anak pada hospitalisasi :
1. Masa bayi(0-1 th)
Dampak perpisahan
Pembentukan rasa P.D dan kasih saying. Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
a. Menangis keras
b. Pergerakan tubuh yang banyak
c. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2.Masa todler (2-3 th)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,
apatis
c. Pengingkaran/ denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
- Menolak makan
- Sering bertanya
- Menangis perlahan
- Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
a. Kehilangan kontrol
b. Pembatasan aktivitas
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama dengan perawat.
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik.
Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal
5.Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya Saat MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol
Reaksi yang muncul :
a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
b. Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
a. bertanya-tanya
b. menarik diri
c. menolak kehadiran orang lain
b. Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi
Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi:
1. Takut dan cemas, perasaan sedih dan frustasi kehilangan anak yang dicintainya:
1. Prosedur yang menyakitkan
2. Informasi buruk tentang diagnosa medis
3. Perawatan yang tidak direncanakan
4. Pengalaman perawatan sebelumnya
2. Perasaan sedih:
Kondisi terminal perilaku isolasi /tidak mau didekati orang lain.
3. Perasaan frustasi :
Kondisi yang tidak mengalami perubahan Perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan.
Reaksi saudara kandung terhadap perawatan anak di RS:
 Marah, cemburu, benci, rasa bersalah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan pada Gangguan Hidrocephalus
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan Data
1. Data demografi
1) Nama
2) Usia : Kebanyakan terjadi pada anak-anak pada usia infant
3) Jenis Kelamin : Hidrocephalus sebagian besar mengenai anak laki – laki
4) Suku/ bangsa
5) Agama
6) Pendidikan
7) Pekerjaan Alamat
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pendarahan otak yang berhubungan dengan kelahiran
prematur
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, diare, neoplasma
4. Riwayat penyakit keluarga
2. Pengkajian persistem
B1 (Breath) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
B2 (Blood) : Pucat, peningkatan sistole tekanan darah, penurunan nadi
B3 (Brain) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat
pembesarankepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan
perifer, strabismus, tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”, kejang
B4 (Bladder) : Oliguria
B5 (Bowel) : Mual, muntah, malas makan
B6 (Bone) : Kelemahan, lelah, Peningkatan tonus otot ekstrimitas
3. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Dari riwayat pertumbuhan dan perkembangan ini, kami mengambil kasus pada anak yang antara 0-3 bulan.
No Bayi Normal Bayi Hidrosefalus
1. Mengangkat kepala setinggi 45 0 sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas bahkan kesulitan menggerakkan kepala
2. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah tidak dapat menatap ke atas, memiliki penglihatan ganda, alis mata dan bulu mata ke atas sehingga sclera telihat seolah – olah di atas Iris
3. Melihat dan menatap wajah anda. Tidak mampu menatap dengan pandangan yang jelas,tidak dapat menatap ke atas
4. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh. Tidak ada tanda-tanda untuk bicara
5. Suka tertawa keras Diam,muram
6. Bereaksi terkejut terhadap suara keras Tidak ada respon terhadap stimulus apapun
7. Membalas tersenyum ketika diajak bicara/tersenyum. Tidak menunjukkan reaksi
8. Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, kontak Kurang bisa mengenali orang terdekat.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Potensial komplikasi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan akumulasi cairan serebrospinal.
Tujuan: Tidak terjadi peningkatan TIK
Kriteria Hasil:
 Kesadaran Komposmetis
 Tidak terjadi nyeri kepala
 TTV normal
Intervensi Rasional
1. Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK (Nyeri kepala, muntah, lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas, ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer strabismus, Perubahan pupil)
2. Pantau terus tingkat kesadaran anak
3. Pantau terus adanya perubahan TTV
4. Berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan pembedahan, untuk mengurangi peningkatan TIK 1. Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK
2. Penurunan keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK
3. Untuk mengetahui kondisi aliran darah dan aliran oksigen ke otak
4. Dengan dilakukan pembedahan, diharapkan cairan cerebrospinal berkurang, sehingga TIK menurun, tidak terjadi penekanan pada lobus oksipitalis dan tidak terjadi pembesaran pada kepala
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan lobus oksipitalis karena meningkatnya TIK
Tujuan : Tidak terjadi disorientasi pada anak
Kriteria Hasil :
 Penurunan visus tidak bertambah lebih parah
 Anak bisa mengenali lingkungan sekitarnya
Intervensi Rasional
1. Mempertahankan visus agar tidak terjadi penurunan visus yang lebih parah
a. Membantu ADL pasien
b. Membantu orientasi tempat
c. Berikan tempat yang nyaman dan aman ( pencahayaan terang, bed plang dll dipasang agar tidak cedera )
2. Membantu pasien untuk mengenali sesuatu dengan kondisi penglihatan yang terganggu 1. Ketidakmampuan dalam penglihatan tidak bertambah parah, klien tidak mengalami disorientasi tempat, Klien merasa nyaman dan aman
2. Klien tidak banyak bergantung pada orang lain
3. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan penyakit yang di derita oleh anaknya
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita anaknya
Kriteria Hasil :
 Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang
 Orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan perubahan pola hidup yang dibutuhkan
Intervensi Rasional
1. Beri kesempatan orang tua untuk mengekspresikan kesedihannya
2. Beri kesempatan orang tua untuk bertanya mengenai kondisi anaknya
3. Jelaskan tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan prognosanya.
4. Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila keluarga belum mengerti 1. Keluarga dapat mengemukakan perasaannya sehinnga perasaan orang tua dapat lebih lega
2. Pengetahuan orang tua bertambah mengenai penyakit yang di derita oleh anaknya sehinnga kecemasan orang tua dapat berkurang
3. Pengetahuan kelurga bertambah dan dapat mempersiapkan keluarga dalam merawat klien post operasi
4. Keluarga dapat menerima seluruh informasi agar tidak menimbulkan salah persepsi
4. Resiko ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk
Tujuan : Jalan nafas tetap efektif
Kriteria Hasil :
 Anak tidak sesak napas
 Tidak terdapat ronchi
 Tidak retraksi otot bantu pernapasan
 Pernapasan teratur, RR dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Posisikan klien posisi semifowler
2. Pemberian oksigen
3. Observasi pola dan frekuensi napas
4. Auskultasi suara napas 1. Klien merasa nyaman dan tidak merasa sesak napas
2. Suplai oksigen klien dapat tercukupi sehingga klien tidak mengalami hipoksia
3.Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas
4. Untuk mengetahui adanya kelainan suara
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan pembesaran kepala
Tujuan : Klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria Hasil :
 Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak mengalami keterlambatan dan sesuai dengan tahapan usia
Intervensi Rasional
1. Memberikan diet nutrisi untuk pertumbuhan
2. Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak 1. Mempertahankan berat badan agar tetap stabil
2. Agar perkembangan klien tetap optimal
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan drain/shunt
Tujuan: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ( 3 x 24 jam )
Kriteria Hasil:
 TD dalam batas normal
 Tidak terdapat perdarahan
 Tidak terdapat kemerahan
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda infeksi( letargi, nafsu makan menurun, ketidakstabilan, perubahan warna kulit )
2. Lakukan rawat luka
3. Pantau asupan nutrisi
4.Kolaborasi dalam pemberian antibiotik 1. Mengetahui penyebab terjadinya in
feksi
2. Mencegah timbulnya ifeksi
3. Asupan nutrisi dapat membantu menyembuhkan luka
4. Antibiotik dapat mencegah timbulnya infeksi
3.2.1 Intervensi Perawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi
 Fokus intervensi keperawatan pada hospitalisasi adalah:
1) meminimalkan stressor
2) memaksimalkan manfaat hospitalisasi memberikan dukungan psikologis pada anggota
keluarga
3) mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
1. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress
Dapat dilakukan dengan cara :
a. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
b. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
c. Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
2. Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
a. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
b. Modifikasi ruang perawatan
c. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
d. Surat menyurat, bertemu teman sekolah
3. Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
a. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
b. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
c. Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
d. Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan
kegiatan
4. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
a. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan
rasa nyeri
b. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
c. Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
d. Tunjukkan sikap empatie. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan
yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan
psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka
5. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
a. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar
b. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak
c. Meningkatkan kemampuan kontrol diri
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
e. Memberi support kepada anggota keluarga.
6. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
a.Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak
b. Mengorientasikan situasi rumah sakit.
 Pada hari pertama lakukan tindakan :
a. Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
b. Kenalkan pada pasien yang lain.
c.Berikan identitas pada anak.
d. Jelaskan aturan rumah sakit.