BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 20 April 2011

RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan atau desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data penelitian. Dalam arti luas rancangan penelitian meliputi proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam rancangan perencanaan dimulai dengan mengadakan observasi dan evaluasi terhadap penelitian yang sudah dikerjakan dan diketahui, sampai pada penetapan kerangka konsep dan hipotesis penelitian yang perlu pembuktian lebih lanjut.
Rancangan pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran variabel, prosedur dan teknik sampling, instrumen, pengumpulan data, analisis data yang terkumpul, dan pelaporan hasil penelitian.
Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, maka tujuan rancangan penelitian adalah untuk memberikan suatu rencana untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Konsideran utamanya dalam rancangan perencanaan adalah untuk mengkhususkan mekanisme kontrol yang akan digunakan dalam penelitian, sehingga jawaban atas pertanyaan akan menjadi jelas dan sahih. Selanjutnya rancangan penelitian dalam makna pelaksanaan, sangat terkait dengan pembuktian hipotesis, menyatakan suatu kejelasan hubungan sebab akibat dan setiap variabel yang terlibat, dan dari penentuan instrumen pengumpulan data akan jelas terukur tingkat validitas internal dan validitas eksternal.
Rancangan penelitian lebih menekankan pada aspek baik atau tidak baik dan sangat tergantung pada derajat akurasi yang diinginkan oleh peneliti, derajat pembuktian hipotesis, dan tingkat perkembangan dan ilmu pengetahuan yang menjadi perhatian. Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa rancangan penelitian tidak ada yang tepat sekali, satu sama lain memiliki titik lebih dan titik kurang. Penentuan rancangan penelitian seringkali didasarkan pada pertimbangan praktis dan kompromi peneliti terhadap cakupan area penelitiannya.
Oleh karena itu, rancangan penelitian banyak sekali ragamnya. Para ahli belum ada kesepakatan diam penggolongan rancangan penelitian. Namun demikian, secara umum rancangan penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu: rancangan penelitian tanpa perlakuan (kelompok deskriptif) dan rancangan penelitian dengan perlakuan (kelompok eksperimen).
A. Rancangan Penelitian Deskriptif
Rancangan penelitian deskriptif pada dasarnya bertujuan untuk memberikan deskripsi dengan maksud untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tipe deskripsi yang dihasilkan tergantung pada banyaknya informasi yang dimiliki peneliti tentang topik sebelum proses pengumpulan data. Secara umum, biasanya rancangan deksriptif dibagi menjadi dua yaitu: rancangan eksploratori dan survei. Rancangan deskriptif yang lainnya adalah sensus atau penelitian populasi. Ciri utama dan rancangan penelitian deskriptif tidak menyatakan adanya hubungan sebab dan akibat serta tidak terlalu kompleks, karena biasanya penelitian ditujukan untuk meneliti variabel atau populasi tunggal.


1. Rancangan penelitian eksploratori
Jenis rancangan penelitian eksploratif, adalah jenis rancangan penelitian yang bertujuan untuk menemukan sesuatu yang baru dari hasil eksplorasi yang mendalam pada obyek tertentu. Sesuatu yang baru itu dapat saja berupa pengelompokan suatu gejala, fakta, dan penyakit tertentu. Rancangan penelitian ini banyak memakan waktu dan biaya.
2. Rancangan penelitian survei
Penetapan rancangan penelitian survei bertujuan:
a. Untuk mencari informasi faktual yang mendetail yang mencandra gejala yang ada.
b. Untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau bentuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang sedang berlangsung.
c. Untuk membuat komparasi dan evaluasi.
d. Untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang-orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan.
B. Rancangan Penelitian Eksperimen
Semua rancangan percobaan atau eksperimen mempunyai karakteristik sentral yaitu didasarkan pada adanya manipulasi variabel bebas dan mengukur efek pada variabel terikat. Rancangan eksperimen klasik terdiri dan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen, variabel bebasnya dimanipulasi. Dalam kelompok kontrol variabel terikatnya yang diukur, maka tidak ada perubahan yang dibuat pada variabel bebasnya.
Secara umum ciri rancangan penelitian eksperimen yang baik adalah:
1. Subyek secara acak dipilih ke dalam kelompok-kelompok.
2. Peneliti merancang manipulasi yang akan diberikan pada variabel eksperimen dan dilakukan kontrol yang ketat.
3. Terdapat setidak-tidaknya dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kontrol yang satu sama lain sebagai pembanding.
4. Selalu digunakan analisis varians untuk meminimalkan varians dan error dan memaksimumkan varians dari variable yang diteliti dan berkaitan dengan hipotesis yang ditetapkan.
Oleh karena peneliti harus mampu melakukan kontrol yang ketat terhadap variabel eksperimen, maka ada tiga prinsip dasar dalam pelaksanaan rancangan eksperimen yaitu:
1. Replikasi, pengulangan dari eksperimen dasar. Hal ini berguna untuk memberikan estimasi yang lebih tepat terhadap error eksperimen dan memperoleh estimasi yang lebih baik terhadap rata-rata pengaruh yang ditimbulkan dan perlakuan.
2. Randomisasi, bermanfaat untuk meningkatkan validitas dan mengurangi bias utamanya dalam hal pembagian kelompok dan perlakuan.
3. Kontrol internal, melakukan penimbangan. bloking. dan penge4ompokan dan unit-unit percobaan yang digunakan. Hal ini bermanfaat untuk membuat prosedur yang lebih akurat, efisien, dan sensitif.

Error eksperimen dalam sebuah penelitian eksperimen dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu:
a. Kesalahan dari percobaan yang sedang dilakukan.
b. Kesalahan pengamatan.
c. Kesalahan pengukuran.
d. Variasi dan bahan yang digunakan dalam percobaan.
e. Pengaruh kombinasi dari faktor-faktor luar.
Semakin banyak replikasi memang membawa konsekuensi penelitian eksperimen itu mahal dan memakan waktu relatif lama. Oleh karena itu, pertimbangan untuk menentukan banyaknya replikasi sangat ditentukan oleh:
a. Luas dan banyaknya jenis unit percobaan.
b. Bentuk unit percobaan.
c. Variabilitas dan ketersediaan material percobaan.
d. Derajat ketelitian yang diinginkan. Derajat kebebasan diharapkan tidak boleh kurang dan 10-15.

1. Rancangan Eksperimental-Sungguhan (true—experimental research)
Tujuan penelitian eksperimental sungguhan adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling hubungan sebab-akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimental satu atau lebih kondisi perlakuan dan memperbandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi perlakuan.
Rancangan eksperimental sungguhan yang cukup dikenal adalah:
a. Control group posttest-only design
Dalam model rancangan ml, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dibentuk dengan prosedur random, sehingga keduanya dapat dianggap setara. Selanjutnya kelompok eksperimen diberikan perlakuan. Setelah perlakuan telah diberikan dalam jangka waktu tertentu, maka setelah itu dilakukan pengukuran variabel terikat pada kedua kelompok tersebut, dan hasilnya dibandingkan perbedaannya.
Model rancangan ini cocok untuk kondisi yang tidak dimungkinkan diakukan pre test atau ketika dikhawatirkan akan adanya interaksi antara pre test dengan perlakuan yang diberikan. Rancangan ml mampu mengendalikan faktor histori, maturasi, dan pre tes, tetapi tidak mampu mengukur besarnya efek dan faktor-faktor tersebut.
b. Pre test-post tes control group design
Rancangan ini lebih baik dan rancangan eksperimen tanpa pre tes, karena aka lebih akurat dalam memperoleh akibat dan suatu perlakuan dengan perbandingan keadaan dan variabel terikat pada kelompok eksperimen setelah dikenal perlakuan dan variabel kontrol yang tidak dikenai oleh perlakuan.
c. Solomon four group design
Rancangan solomon ini memang tidak banyak digunakan pada jumlah sampel penelitian yang kecil, namun pada penelitian pertanian dan sosial sering digunakan. Rancangan ini memiliki keunggulan untuk mengurangi pengaruh pre-test terhadap unit percobaan dan mengurangi error interaksi antara pre-test dengan perlakuan.
Rancangan ini terdiri dari 4 kelompok, yaitu 2 kelompok yang dilakukan pre test-post tes dan 2 kelompok yang dilakukan pre tes-posttes.
Secara konkret dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. kelompok perlakuan dan kontrol dengan pre test.
2. kelompok perlakuan dan kontrol tanpa pre test.
Khusus faktorial, pada dasarnya bukan merupakan rancangan penelitian, tetapi memang sebuah penelitian eksperimen. Oleh karena itu eksperimen faktorial bisa didekati dengan berbagai rancangan, misalnya dengan randomized complete block. Keuntungan dan eksperimen faktorial adalah dimungkinkan untuk mengetahui pengaruh interaksi antar faktor. Oleh karena itu, semua prinsip dasar penelitian eksperimen harus tetap ada, agar error eksperimen dapat diukur. Misalnya akan diadakan 2 perlakuan pemberian makanan tambahan yang berupa susu dan bubur kacang dengan masing-masing 2 level. Maka disusunlah kelompok:
1. Kelompok A, pemberian susu 2 gelas sehari.
2. Kelompok B, pemberian susu 3 gelas sehari
3. Kelompok C, pemberian bubur kacang 1 mangkok sehari.
4. Kelompok D, pemberian bubur kacang 2 mangkok sehari.
2. Rancangan Eksperimental Semu (Quasi-Experimental Research)
Tujuan rancangan eksperimental-semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Si peneliti harus dengan jelas mengerti kompromi apa yang ada pada validitas internal dan validitas eksternal rancangannya dan berbuat sesuai dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut.
Ciri-ciri rancangan eksperimen semu adalah:
a. Manipulasi eksperimen hanya pada variabel bebas.
b. Tidak ada pemilihan secara acak untuk kelompok dan atau
c. Tidak ada kelompok kontrol.
3. Rancangan penelitian uji klinik
Rancangan penelitian uji klinik sangat khas karena berkaitan dengan pencapaian tujuan untuk mengetahui khasiat obat, efek samping obat, dosis optimal untuk orang Indonesia, dan membandingkan efek obat lain. Dalam hal ini rancangan penelitian uji klinik bersifat eksperimental dan komparatif. Oleh karena itu dalam rancangan uji klinik, dikenal perlakuan dan plasebo.
Plasebo adalah bahan inert, tidak berkhasiat, tidak mempunyai efek metabolik yang berarti, tidak toksik, tidak alergenik, dan tidak memiliki efek farmakologik terhadap penyakit yang sedang diobati. Plasebo harus diberikan dalam keadaan yang sama dengan obat yang diteliti dalam arti : bentuk, rasa, dan warna, sehingga penderita tidak dapat membedakannya dengan obat yang diteliti.

KEGAWATDARURATAN NEONATUS

Neonatus adalah organism yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan(lebih tepat 4 minggu atau 28 hari setelah lahir).
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonates adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

Kegawat daruratan neonatus adalah sbb:
1. KEGAWATAN PADA ASFIKSIA
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, sampai asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru.
Asfiksia neonatarum dapat disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah adanya
(1) penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan atau penyakit paru, dan gangguan kontraksi uterus;
(2) pada ibu yang kehamilannya beresiko;
(3) factor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta;
(4) factor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan pada tali pusat, seperti tali pusat menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir; serta
(5) factor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu.
Kondisi neonatus yang memerlukan resusitasi :
1. Sumbatan jalan napas akibat lender/ darah/mekonium atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.
2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu. Misalnya, obat anestesik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya.
3. Kerusakan neurologis.
4. Kelainan/ kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan/ atau kalainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan/ sirkulasi.
5. Syok hipovolemik, misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan.

Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa fase/ tahapan.
1. Janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti dengan
2. Masa henti napas (fase henti napas primer).
3. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernapasan megap-megap yang kedua selama 4-5 menit (fase gasping kedua) diikuti masa henti napas kedua (henti napas sekunder).
Semua neonates dalam keadaan apapun mempunyai kesukaran untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan yang dingin. Neonates yang mengalami asfiksia khususnya, mempunyai system pengaturan suhu yang lebih tidak stabil dan hipotermia ini dapat memperberat/ memperlambat pemulihan keadaan asidosis yang terjadi.
Keadaan bayi pada menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir dinilai dengan skor Apgar (appearance, pulse, grimace, activity, respiration). Nilai pada menit pertama untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima untuk menilai prognosis neurologis.
Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3) diatasi dengan memperbaiki ventilasi paru dengan memberi oksigen tekanan langsung dan berulang. Ada pembatasan dalam penilaian Apgar ini.
1. Resusitasi segera dimulai jika diperlukan dan tidak menunggu sampai ada penilaian pada menit pertama.
2. Keputusan perlu tidaknya resusitasi maupun penilaian respons resusitasi cukup dengan menggunakan evaluasi frekuensi jantung, aktivitas respirasi, dan tonus neuromuscular, bukan dengan nilai Apgar total. Hal ini untuk menghemat waktu.
TABEL 10-1 Nilai Apgar

Tanda vital 0 1 2
Denyut jantung Tidak terdengar <> >100/ menit
Pernapasan Hilang Lambat/ tidak teratur/ lemah Normal, bayi menangis
Tonus otot Flaksid Sedang Baik, gerakan aktif
Refleksi iritasi(distorsi wajah sebagai respons terhadap kateter aspirasi) Tidak ada reaksi Reaksi berkurang Reaksi normal
Warna kulit Biru atau pucat Badan merah muda, ekstremitas biru Seluruhnya merah muda
Perencanaan berdasarkan perhitungan nilai Apgar.
1. Nilai Apgar menit pertama 7-10, biasanya bayi hanya memerlukan tindakan pertolongan berupa pengisapan lender atau cairan dari orofaring. Tindakan ini harus dilakukan secara hati-hati, karena pengisapan yang terlalu kuat/traumatic dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti jantung.
2. Nilai Apgar menit pertama 4-6, hendaknya orofaring cepat diisap dan diberika oksigen 100%. Bayi diberi stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan ditelapak kaki dan gosokan selimut kering ke punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Jika frekuensi jantung menurun atau jika ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung mulut.
3. Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang menunjukkan bayi mengalami depresi pernapasan yang berat dan orofaring harus cepat diisap. Ventilasi tekanan positif dengan oksigen 100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi dinilai dengan memerhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus dimulai. Frekuensi 100-120 kali per menit dengan 1 kali ventilasi setiap 5 kali kompresi (5:1).
Penyulit yang mungkin terjadi selama resusitasi meliputi hipotermia, pneumotoraks, trombosis vena, atau kejang. Hipotermia dapat memperberat keadaan asidosis metabolik, sianosis, gawat napas, depresi susunan saraf pusat, dan hipoglikemia. Pneumotoraks diatasi dengan pemberian ventilasi tekanan positif dengan inflasi yang terlalu cepat dan tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan komplikasi ini. Jika bayi mengalami kelainan membrane hialin atau aspirasi mekonium, resiko pneumotoraks lebih besar karena komplians jaringan paru lebih lemah. Tombosis vena diatasi dengan pemasangan infuse/ kateter intravena dapat menimbulkan lesi trauma pada dinding pembuluh darah, potensial membentuk thrombus. Selain itu, infus larutan hipertonik melalui pembuluh darah tali pusat juga dapat mengakibatkan nekrosis hati dan thrombosis vana.
Pencegahan hipotermia merupakan komponen asuhan neonatus dasar bayi baru lahir tidak mengalami hipotermia. Hipotermia terjadi jika suhu tubuh di bawah 36,5°C (suhu mormal pada neonates adalah 36,5-37,5°C) pada pengukuran suhu melalui ketiak. Bayi baru lahir mudah sekali terkena hipotermi.
Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut.
1. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan sempurna.
2. Permukaan tubuh bayi relatif luas.
3. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas.
4. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dan pakaiannya agar ia tidak kedinginan.
Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena ada penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi akibat:
1. Radiasi, yaitu panas tubuh bayi memancar ke lingkungan di sekitar bayi yang lebih dingin. Misalnya, bayi baru lahir diletakkan di tempat yang dingin.
2. Evaporasi, yaitu cairan ketuban yang membasahi kulit bayi menguap. Misalnya, bayi lahir tidak langsung dikeringkan dari air ketuban.
3. Konduksi, yaitu pidahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin. Misalnya, popok/ celana bayi basah yang tidak langsung diganti.
4. Konveksi, yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi. Misalnya, bayi diletakkan dekat pintu/ jendela terbuka.
Tindakan pencegahan hipotermia meliputi ibu melahirkan di ruangan yang hangat, segera mengeringkan tubuh bayi yang lahir, segera meletakkan bayi di dada ibu dan kontak langsung kulit ibu dan bayi, dan menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh stabil.
Kejang dalam 1 jam pertama kehidupan jarang terjadi. Kejang dapat disebabkan oleh meningitis ensefalopati atau hipoglikemia berat. Pastikan bayi dijaga tetap hangat dengan membungkus bayi menggunakan selimut lembut, kering, dan mengenakan topi untuk menghindari kehilangan panas. Rujuk bayi segera ke tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai NICU.
Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernapas (frekuensi <30>60 kali/ menit) beri oksigen melalui kateter hidung atau nasal prong. Jika suhu aksila turun di bawah 35°C, hangatkan bayi segera.

Minggu, 10 April 2011

Ciri-Ciri Lingkungan Sehat dan Lingkungan tidak Sehat

Ciri-Ciri Lingkungan Sehat dan Lingkungan tidak Sehat
Dari Crayonpedia
A. Ciri-Ciri Lingkungan Sehat dan Lingkungan tidak Sehat
Manusia dan makhluk hidup lainnya sangat membutuhkan udara untuk bernapas. Udara yang dihirup mengandung oksigen. Udara yang kita perlukan untuk bernapas adalah udara yang bersih. Udara yang bersih banyak mengandung oksigen. Selain udara, manusia membutuhkan air untuk mandi, minum, dan memasak. Kamu memeroleh udara dan air dari lingkungan sekitarmu. Oleh karena itu, kamu harus selalu menjaga lingkungan sekitarmu agar kamu mendapat air dan udara yang bersih dan segar.
1. Lingkungan Sehat
Pernahkah kamu berjalan-jalan bersama ayah dan ibumu ke luar kota yang jauh dari keramaian? Kamu akan merasakan udara di sekitar tempat itu sangat segar dan bersih. Udara yang bersih itu banyak mengandung oksigen yang baik bagi tubuh kita. Udara yang bersih dapat kamu peroleh di rumah. Ketika bangun pagi, hiruplah udara di halaman rumahmu, kemudian rasakan udara yang masuk ke dalam paru-parumu. Terasa nyaman dan segar, bukan?
Mungkin, di halaman rumahmu banyak tanaman. Oksigen yang dihasilkan oleh tanaman tersebut akan banyak. Udara di sekitarnya akan terasa nyaman dan segar. Adakah sungai atau parit di sekitar rumahmu? Apakah sungai dan parit tersebut penuh sampah? Air sungai yang sehat adalah air sungai yang bersih dan jernih. Tidak ada sampah yang berserakan. Biasanya, masih ada ikan yang hidup di sungai itu. Parit di rumahmu harus selalu dibersihkan. Jangan ada sampah yang menyumbat aliran airnya. Parit yang sehat harus jernih dan bersih.

2. Lingkungan Tidak Sehat
Sekarang banyak lingkungan yang tidak sehat di sekitar kita. Apakah penyebab hal tersebut? Lingkungan tidak sehat adalah lingkungan yang kotor. Lingkungan yang kotor berarti lingkungan tersebut sudah tercemar. Pencemaran lingkungan terbagi atas pencemaran air, udara, dan tanah.
a. Pencemaran Air
Ayo, perhatikanlah parit dan sungai yang ada di sekitar rumahmu, bagaimana keadaannya? Apakah bersih? Pembuangan limbah sembarangan membuat parit, sungai, dan laut tercemar. Ikan-ikan banyak yang mati dan masyarakat di sekitar pun menanggung akibatnya. Pencemaran air dapat mengakibatkan aliran air terhambat. Jika hujan tiba, akan menimbulkan banjir. Ikan dan hewan lain yang ada di laut akan mati. Masyarakat sulit mendapat air bersih, akibatnya penyakit menyerang masyarakat. Lingkungan yang tidak sehat ditandai air yang kotor. Sungai yang airnya kotor sangat berbahaya jika digunakan untuk mandi, minum mencuci pakaian, dan mencuci alat memasak. Air yang kotor, jika diminum, dapat menyebabkan penyakit, seperti diare dan muntaber. Jika air yang kotor digunakan untuk mandi, akan menyebabkan penyakit kulit, seperti kudis dan gatal-gatal. Jika air di lingkungan rumahmu sudah tidak jernih lagi, perlu penyaringan atau penjernihan.

b. Pencemaran Udara
Pernahkah kamu memerhatikan kendaraan bermotor yang mengeluarkan asap knalpot? Asap tersebut, jika kamu hirup, akan terasa menyesakkan. Udara yang kamu hirup tersebut sangat berbahaya bagi tubuhmu. Asap yang berbahaya, seperti asap kendaraan bermotor, asap pembakaran sampah, dan asap pabrik, dapat membahayakan kesehatan tubuh. Bau yang tidak sedap pun, seperti sampah, parit yang kotor, dapat menyebabkan pencemaran udara. Asap kendaraan bermotor, asap pabrik, dan asap pembakaran sampah merupakan unsur pencemar udara. Pencemaran udara membuat napas kita menjadi sesak dan paru-paru pun dipenuhi oleh zat kimia yang merusak alat pernapasan.
c. Pencemaran Tanah
Selain air dan udara, pencemaran pun dapat terjadi di tanah. Tanah yang sudah tercemar kurang baik jika digunakan untuk bercocok tanam. Pencemaran tanah dapat disebabkan oleh pembuangan sampah, pemakaian pupuk yang berlebihan, dan penggunaan pestisida yang berlebihan.
1) Pembuangan sampah
Sampah ada yang berupa sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik, yaitu sampah sisa-sisa makhluk hidup, seperti daun-daun yang kering. Adapun sampah nonorganik, yaitu sampah plastik, kaca, dan logam. Termasuk sampah apakah sampah di rumahmu? Sampah organik, jika diolah dengan baik, akan menghasilkan kompos. Akan tetapi, jika tidak diolah dengan baik, sampah-sampah itu akan membusuk dan menghasilkan gas yang disebut metana. Sampah anorganik adalah sampah yang tidak cepat membusuk. Jika dibiarkan, sampah-sampah itu mencemari tanah. Untuk menguranginya, sampah-sampah ini harus didaur ulang menjadi barang baru. Kertas dapat didaur ulang dengan mudah. Adapun plastik, kaca, dan logam didaur ulang melalui proses yang panjang dan biaya yang mahal. Menurutmu, apa akibatnya jika sampah dibiarkan terus-menerus. Diskusikan bersama guru dan temanmu.
2) Pemakaian pupuk yang berlebihan
Pemberian pupuk tanah, jika tidak sesuai dengan ukuran yang tepat, akan mencemari tanah. Tanah menjadi asam dan mematikan tumbuhan dan hewan yang ada di sekitarnya.
3) Penggunaan pestisida yang berlebihan
Pestisida juga akan mencemari tanah jika digunakan secara berlebihan. Pemberian pestisida yang berlebihan akan membuat hewan yang menguntungkan ikut mati. Jika terbawa aliran air sampai ke sungai, akan mencemari air sungai.

Jumat, 08 April 2011

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Pendahuluan
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat keadaan yang gawat ini dapat terjadi apabila kehamalan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat di hadapi oleh setiap dokter, karna sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu itu. Hal yang perlu di ingat ialah, bahwa pada setiap wanita dalam masa produksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang di sertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dipikirkan kehamilan ektopik terganggu.

B. Pengertian
Menurut Buku Obatetri Patologi Universitas Pajadjaran Bandung, 1984
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri, kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut. Tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dengan servik atau dalam tanduk rudimeter rahim.

C. Penyebab
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku Ilmu Kebidanan (1976) dan Ilmu Kandungan 1989 adalah
Penyebab kehamilan ektopik banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak di ketahui, tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampula tuba dan di dalam perjalanan ke uterus terus mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masaih di tuba.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku Ilmu Kebidanan (1976)
Di antara sebab-sebab yang menghambat perjalanan ovum ke uterus sehingga mengadakan implantasi di tuba:
a. Migratio Externa adalah perjalanan telur panjang terbentuk trofoblast sebelum telur ada cavum uteri.
b. Pada hipoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok dan hal ini sering di sertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastic tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit
d. Bekas radang pada tuba: disini radang menyebabkan perubahan pada endosalping sehingga walaupun fertilisasi masih dapat terjadi gerakan ovum ke uterus lambat.
e. Kelainan bawaan pada tuba, antara lain difertikulum, tuba sangat panjang dsb.
f. Gangguan fisilogis tuba karna pengaruh hormonal, perlekatan perituba. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tubuh.
g. Abortus buatan.

D. Patologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kebidanan (1976).
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau inter kolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya di batasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian di resorbsi.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan, karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini sering kali adanya kehamilan tidak di ketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, di anggap sebagai haid yang datangnya agak terlambat.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping) dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum Douglasi dan menyebabkan hematokele retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

E. Gambaran klinik.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kebidanan (1976).
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda: Dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam ronga perut sampai terdapat nya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan ektopik terganggu, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.

F. Diagnosis
Menurut Sarwono Prawirohardjo, , Buku Ilmu Kandungan (1989).
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik, gejala-gejala kehamilan ektopik beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesukaran yang terpenting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
Pemeriksaan untuk membantu diagnosis:
a. Tes kehamilan
Apa bila tes nya positip, itu dapatv membantu diaknosis.
b. Pemriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat: pada perdarahan dalam rongga perut tanda syok dapat di temukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
c. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda nyeri perut bagian bawah.
d. Pemeriksaan ginekologi
Tanda kehamilan muda mungkin ditemukan, pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakan diagnosis kehamilan ektopik terganggu terutama ada tanda perdarahan dalam ronggan perut.
f. Pemeriksaan kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah, cara ini amat berguna dalam membantu diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
g. Pemeriksaan ultra sonografi
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pastinya ialah apa bila ditemukan kantong gestasi diluar uterus yang didalam nya tampak denyut jantung janin.
h. Pemeriksaan laparoskopi
Digunakan sebagai alat Bantu diagnostic terahir untuk kehamilan ektopik.
G. Gejala
Menurut buku obstetri patologi universitas padjajaran 1984
Kisah yang has dari kehamilan ektopik terganggu ialah seorang wanita yang sudah terlambat haid nya, sekonyong-konyong nyeri perut kadang-kadang jelas lebih nyeri sebelah kiri atau sebelah kanan. Selanjutnya pasien pening dan kadang-kadang pinsan sering keluar darah pervaginam.
Gejala-Gejala Yang Terpenting:
a. Nyeri perut: nyeri perut ini paling sering dijumpai biasanya nyeri datang setelah mengangkat benda yang berat. Buang air besar namun kadang-kadang bisa juga pada waktu sedang istirahat.
b. Adanya AMENOREA: amenorea sering di temukan walaupun hanya pendek saja sebelum di ikuti oleh perdarahan.
c. PERDARAHAN: perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam.
d. Shock karena hypovoluemia.
e. Nyeri Bahu dan Leher (iritasi diafragma)
f. Nyeri pada palpasi : perut penderita biasanya tegang dan agak kembung.
g. Pembesaran uterus: pada kehamilan ektopik uterus membesar.
h. Gangguan kencing: kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangsangan peritonium oleh darah di dalam rongga perut.
i. Perubahan darah: dapat di duga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu karena perdarahan yang banyak dalam rongga perut.


H. Diagnosis Banding
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
a. Abortus imminens
b. Penyakit radang panggul (akut / kronik)
c. Torsi kista ovaril
I. Penatalaksanaan Atau Penanganan
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Buku pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 2002.
a. Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat.
b. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus dihentikan.
c. Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam lima menit pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung)
d. Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini
1) Pastikan darah yang dihisap dari rongga obdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung yang steril
2) Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan kedalam kantung darah (blood bag) apabila kantung darah tidak tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan diberikan larutan sodium sitrat 10ml untuk setiap 90ml darah.
3) Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.
e. Tindakan dapat berupa :
1) Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.
2) Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hasil ektopik ulangan).
f. Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri anti biotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas.
g. Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan:
1) Ketoprofen 100 mg supositoria.
2) Tramadol 200 mg IV.
3) Pethidin 50 mg IV (siapkan anti dotum terhadap reaksi hipersensitivitas)
h. Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.
i. Konseling pasca tindakan
1) Kulanjutan fungsi reproduksi.
2) Resiko hamil ektopik ulangan.
3) Kontrasepsi yang sesuai.
4) Asuhan mandiri selama dirumah.
5) Jadwal kunjungan ulang.

J. Komplikasi Potensial
Menurut Ben-Zion Buku Kedaruratan Obstetri dan ginekologi 1994
Komplikasi-komplikasi kehamilan tuba yang biasa adalah ruptur tuba atau abortus tuba, aksierosif dari trofroblas dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak: ruptur mungkin paling sering timbul bila kehamilan berimplatasi pada pars ismikus tuba yang sempit, abortus tuba dapat menimbulkan hematokel pelvis, reaksi peradangan lokal dan infeksi skunder dapat berkembang dalam jaringan yang berdekatan dengan bekuan darah yang berkumpul.


K. Prognosis
Menurut Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan 1976
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup, Hellman dkk, (1971) 1 kematian diantara 826 kasus, dan Willson dkk. (1971) 1 antara 591. Tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi, Sjahid dan Martohoesodo (1970) Mendapat angka kematian 2 dari 120 kasus, Sedangkan Tarjamin dkk (1973) 4 dari 138 kehamilan ektopik.

Sabtu, 02 April 2011

ISPA ( Infeksi saluran pernafasan akut )

Defenisi

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi saluran pernafasan akut, Istilah ini diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory Infektions (ARI), istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut :

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,saluran pernafasan bagian bawah ( termasuk jaringan paru – paru ) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jariangan paru termasuk dalam pernafasan.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. (Tempointeraktif. Com- ISPA dan pneumonia).

ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atau maupun bawah kedalam tubuh yang disebabkan oleh infeksi jazad renik atau bakteri, maupun recketsia tanpa atau disertai radang parenkim baru.(Assagaf, 2002).
ISPA bisa menyerang siapa saja dan kapan saja karena jalur penyebarannya bisa melalui droplet atau udara. Ini bisa cepat menyebar karena kadang budaya masyarakat yang biasanya tidak menutup mulut saat batuk, meludah sembarang dan sebagaianya (kompas. Com). Oleh karena itu, penyakit ISPA mendapat perhatian besar pada pemberantasan ISPA, karena selain penyakit sistematik ini dimulai dengan tanda kataral/ keluarnya eksudat

cair dari saluran pernafasan . penyakit ini bisa mengalami komplikasi ISPA berat yang dapat mengakibatkan kematian.

2. Etiologi (penyebab)

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan recketsi. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Steptokokus, Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Karinebakterium. Sedangkan virus penyebabnya antara lain golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus influenza, virus para influenza, dan virus campak), Adenovirus, Koronavirus, Pikornaviru, Mikoplasma, Herpes virus.
ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

3. Klasifikasi

a. ISPA disebabkan oleh virus
Virus pernafasan merupakan penyebab terbesar ISPA hingga kini telah dikenal lebih dari seratus jenis virus penyebab ISPA, infeksi virus memberikan gambaran klinik yang khas, akan tetapi sebaliknya beberapa jenis virus bersama –sama dapat pula memberikan gambaran yang hampir sama.

Enam kelompok besar virus pernafasan sebagai penyebab ISPA:

1) Orthomyxovirus : Influenzavirus
2) Paramyxovirus : Para influenza virus
3) Metamyxovirus : Respiratory syncytial virus ( RS-Virus )
4) Adenovirus
5) Picornavirus : Rhinovirus, Coxsackie Virus A, Coxsackie virus B, Echivirus. .
6.Coronavirus.
Seorang anak yang menderita ISPA bisa menunjukkan bermacam –macam tanda dan gejala seperti batuk, bersin, serak, sakit tenggorokan, sakit hidung, sesak nafas, pernafasan yang cepat ,nafas yang berbunyi, demam, penarikan dada kedada keluar, bisa mual, muntah, kurang nafsu makan, badan lemas dan sebagainya.
1. Tanda dan gejala ISPA ringan.
Seorang anak dinyatakan ISPA ringan jika ditentukan satu atau lebih gejala seperti ini:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara.
c. Pilek yaitu mengeluarkan lender dari hidung
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37c.
2. Tanda dan gejala ISPA sedang
a. pernafasan lebih dari 40 kali/ menit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 39c ( diukur dengan termometer )
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak – bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
e. Pernafasan bunyi atau sesaka nafas.
3. Tanda dan gejala ISPA berat.
Jika dijumpai gejala –gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala berikut:
a. kulit atau bibir membiru.
b. Lubang hidung kembang kempis ( dengan cukup lebar ) pada waktu bernafas anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
c. Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisa.
d. Tenggorokan berwarna merah.
4.Pencegahan
Pola tata laksana penderita ISPA terdiri dari 4 bagian yaitu Pemeriksaan, penentuan ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit dan pengobatan.
Adapun program pencegahan yang dilakukan terhadap faktor – faktor resiko yang menyebabkan ISPA adalah Imunisasi yang merupakan strategi spesifik untuk mengurangi angka kesakitan ISPA:
1. Usaha dibidang gizi untuk mendapatkan kekebalan tubuh.
2. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan anak
3. Program penyehatan lingkungan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA ketidak seimbangan antara host (pejamu), agent (faktor penyebab),dan environment (lingkungan).

Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010, adalah meningkatkan kesehatan, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat yang optimal, melalui terciptanya masyarakat bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dan dengan prilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta mencapai derajat kesehatan yang optimal. Untuk mendukung tujuan tersebut maka tujuan utama di bidang kesehatan dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah menurunkan angka kematian balita (Depkes RI, 2002)
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di Indonesia, peranan dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat cukup besar karena sampai saat ini penyakit infeksi masih termasuk ke dalam salah satu penyebab yang mendorong tetap tingginya angka kesakitan dan angka kematian di tanah Air (Depkes, 1999). Menurut Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997, menunjukkan bahwa penyakit ISPA masih merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan terjadinya kesakitan dan kematian pada anak di bawah 5 tahun (Silalahi, 2004)
Visi pembangunan kesehatan menggambarkan masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin di capai yaitu masyarakat bangsa dan negara yang di tandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan prilaku hidup sehat (Depkes RI, 2002).
Menurut Ranuh (1997), rumah yang ventilasinya tidak memenuhi persyaratan menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur atau asap rokok dapat terkumpul dalam rumah, bayi dan anak yang sering menghisap asap tersebut lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan cahaya matahari pagi yang sulit masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA
Kondisi lingkungan pemukiman/perumahan di Indonesia sampai saat ini belum menggembirakan, hal ini dapat di lihat dari program penyehatan lingkungan pemukiman bahwa proporsi rumah tangga yang menepati rumah sehat hanya sebesar 60,43% sedikit menurun di bandingkan dengan tahun 2002 yang sebesar 64,89% Angka ini masih di bawah target Indonesia sehat 2010 yaitu sebesar 80% (Depkes RI, Jakarta 2005). Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka kejadian ISPA adalah faktor kondisi lingkungan yang tidak sehat pada perumahan dan prilaku yang tidak sehat pula (Depkes RI, 2002)
Menurut Becker (1979) dalam Notoatmojo (2003), mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan yaitu prilaku kesehatan termasuk tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya. Prilaku sakit termasuk juga pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut. Dan prilaku peran sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang di lakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
Infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA) seperti halnya diare, merupakan sebab utama kesakitan dan kematian pada anak-anak balita di negara berkembang. Setiap tahun ISPA membunuh kira-kira 4 juta anak balita di Asia, Afrika dan Amerika latin. Pneumonia merupakan ISPA yang paling berat bagi balita dan penyebab utama hampir semua kematian. Karena Infeksi saluran pernapasan akut sangat umum sifatnya, ini merupakan beban ekonomi bagi negara-negara berkembang. Rata-rata seseorang anak disuatu daerah perkotaan bisa mengalami lima sampai delapan episode ISPA setiap tahun. Di daerah-daerah pedesaan jumlah episode ISPA sedikit lebih rendah (Depkes RI, 2004)
Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran bagian atas dan saluran bagian bawah. penyakit saluran bagian atas mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya otitis media yang merupakan penyebab ketulian.sedangkan (ISPA) saluran bagian bawah, paling sering adalah pneumonia (WHO, 2003).
Pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia di mulai pada tahun 1984, bersama dengan di lancarkannya pemberantasan penyakit ISPA di tingkat Global oleh WHO (World Health Organization). Dalam pola tatalaksana tahun 1984 penyakit ISPA di klasifikasikan dalam 3 (tiga) tingkat keparahan yaitu, ISPA ringan, ISPA sedang, ISPA berat, klasifikasi ini menggabungkan penyakit infeksi akut parah, infeksi akut ringan dan tenggorokan pada anak dalam satu kesatuan (Depkes RI, 2002)
Pada tahun 1995 hasil survei kesehatan rumah tangga melaporkan proporsi kematian bayi akibat penyakit sistem pernapasan mencapai 32,1%. Sementara pada balita 38,8 %. Dari fakta itu kemudian pemerintah Indonesia menargetkan penurunan kematian akibat Pneumonia balita sampai 33% pada tahun 1994-1999, sesuai kesepakatan Declaration of the World Summit for children pada tanggal September 1999 di New York, Amerika Serikat. Sementara itu, berdasarkan program pembangunan Nasional (PROPENAS) di bidang kesehatan, angka kematian Lima perseribu, pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi 3 perseribu pada akhir tahun 2005 (Silalahi, 2004)
Berdasarkan data dari dinas kesehatan kota Bengkulu dapat di ketahui perbandingan jumlah kasus ISPA yang terjadi di seluruh Puskesmas Kota Bengkulu tahun 2009.
Tabel 1.1
Jumlah kasus ISPA
No Puskesmas Jumlah kasus
1 Anggut Atas 2.601
2 Nusa Indah 2.193
3 Sawah lebar 410
4 Kuala Lempuing 230
5 Jembatan kecil 592
6 Jalan Gedang 1.210
7 Lingkar Barat 983
8 Lingkar Timur 1.537
9 Pasar Ikan 1.461
10 Kampung Bali 829
11 Sukamerindu 1.892
12 Ratu Agung 1.182
13 Beringin Raya 562
14 Basuki Rahmat 1.109
15 Betungan 707
16 Kandang 992
17 Padang Serai 352
Sumber: Dinkes Kota Bengkulu, 2009
Dari data laporan Dinas Kota Bengkulu tahun 2009 di ketahui bahwa puskesmas Sukamerindu termasuk ke dalam 3 besar puskesmas yang memiliki jumlah kasus ISPA terbesar di Kota Bengkulu yaitu sebesar 1.892.
Tabel 1.2
Jumlah kasus ISPA di puskesmas setiap bulan

No Bulan Jumlah kasus ISPA
1 Januari 154
2 Februari 167
3 Maret 168
4 April 174
Sumber: Puskesmas Sukamarindu, 2010
Dari data yang diperoleh di Sukamerindu, di ketahui bahwa kasus ISPA di Puskesmas Sukamerindu setiap bulan selalu mengalami peningkatan, serta dari 10 jumlah kasus terbanyak di Puskesmas Sukamerindu, setiap bulan kasus ISPA selalu menempati urutan yang pertama.
Berdasarkan survey awal terhadap 25 rumah warga yang ada di sekitar wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu 7 rumah diantara nya merupakan rumah dengan hunian padat. 2 rumah yang memiliki ventilasi tidak memenuhi standar5 rumah yang tidak memiliki lubang asap, dan 6 rumah yang dinding terbuat dari bambo/kayu.
Dengan melihat latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui dan meneliti hubungan kesehatan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.